Banyak hal menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan kita. Bayi
lahir, anak lulus sekolah, sukses dalam pekerjaan, dipeluk oleh anak
kita, menerima kado dan sebagainya. Salah satu yang paling membahagiakan
adalah saat seseorang bertobat, menerima YESUS KRISTUS sebagai TUHAN
dan Juruselamat-nya secara pribadi. Bahkan para malaikat di Sorga-pun
bersukaria saat seseorang bertobat dan menerima keselamatan daripada
TUHAN YESUS (Lukas 15:10). Haleluya! Tetapi kita tahu ada juga saat-saat
yang tidak menyenangkan, bahkan menyedihkan. Hal yang paling
menyedihkan adalah ketika seseorang memutuskan untuk tidak lagi datang
ke Gereja, bahkan ketika seseorang yang telah mengenal dan menerima
kasih karunia KRISTUS kemudian memutuskan untuk meninggalkan imannya
ini. Ketika hal seperti itu terjadi, sering kali kita bertanya,
“Bagaimana bisa?” Alasannya-pun dapat bermacam-macam. Dari semua alasan
mengapa beberapa orang meninggalkan Gereja atau meninggalkan TUHAN, yang
paling menyedihkan adalah karena mereka dikecewakan sedemikian rupa
oleh orang-orang yang menyebut diri “Kristen” atau “Anak TUHAN” atau
bahkan “Hamba TUHAN.”
Jati diri kita sebagai orang Kristen seharusnya terpancar sebagai Anak TUHAN, bukan sebagai “anak hantu”. Kita yang telah menerima dan mengakui Kristus sebagai TUHAN dan Juruselamat seharusnya mencerminkan suatu ciri yang membedakan bahwa kita adalah Anak-Nya dan bukan anak-anak dunia. Saat kita memproklamirkan bahwa kita adalah Anak TUHAN maka orang-orang tidak lagi hanya melihat siapa kita, tetapi YESUS yang menjadi TUHAN dalam hidup kita.
3 (tiga) Karakter berikut hendaknya menjadi ciri khas kita sebagai Anak-anak TUHAN:
1. KASIH
Kasih adalah ciri utama dari BAPA, Kristus dan Roh Kudus. Ini juga yang seharusnya menjadi ciri semua orang yang menyebut dirinya Anak TUHAN: mereka mengasihi semua orang. Setiap pengikut Kristus adalah orang-orang yang mengasihi sesamanya. Orang menyebut dirinya mengasihi TUHAN tetapi tidak mau mengasihi sesamanya, sebenarnya bukanlah seorang pengikut Kristus bahkan sebenarnya tidak mengenal Dia. Ini adalah prinsip yang ditegaskan dalam 1 Yohanes 4:8, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”
Salah satu aspek dari mengasihi adalah memberi hormat (respect) pada orang lain. Banyak orang mungkin mencemooh status kita sebagai pengikut Kristus; dianggap bodoh, dianggap fanatik, kolot, kuno, kampungan, kaku dan sebagainya. Itu semua tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah kalau kita kemudian bereaksi negatif kepada mereka karena mereka yang mencemooh kita. Jika hal itu yang kita lakukan, maka kelakuan kita tidak ada bedanya dengan anak-anak dunia. Tetapi saat kita tetap menghormati siapapun juga, termasuk mereka yang menghina kita, disitulah kita tampil sebagai anak-anak TUHAN. 1 Petrus 3:17, “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” Ditengah-tengah ejekan yang mereka terima, penolakan oleh keluarga dan penganiayaan oleh pemerintahan Romawi, Rasul Petrus menguatkan semua orang-orang Kristen untuk tetap menghormati semua orang. Ingatlah akan TUHAN YESUS; bagaimana ketika Ia dianiaya, Ia tidak memaki Imam Besar dan Pilatus. Ia tetap menghormati orang-orang ini dalam kedudukan mereka.
Kita diminta untuk mengasihi semua orang. Mengasihi semua bukan berarti selalu berkata “Ya” pada apapun permintaan mereka, mengasihi semua orang bukan berarti membenarkan semua perbuatan buruk dan dosa yang dilakukan orang-orang, tetapi mengasihi mereka sebagaimana Kristus mengasihi kita dan semua orang. Kristus mati di kayu salib untuk semua orang yang berdosa. Sebagai anak-anak TUHAN justru kita mengasihi sesama kita agar mereka melihat dan merasakan juga kasih yang telah TUHAN YESUS kita terima. Efesus 4:32, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Jika kita tidak mengasihi, lalu bagaimana jiwa-jiwa yang terhilang dapat bertemu dengan kasih-Nya melalui kita?
2. PENGORBANAN
Perwujudan tertinggi dari kasih kepada sesama adalah mendahulukan orang lain, bahkan jika perlu berkorban demi mereka. Filipi 2:3-4, “...dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingan sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Ayat ini tidaklah ditujukan kepada semua orang, tetapi secara khusus ditujukan kepada jemaat TUHAN yaitu para pengikut Kristus. TUHAN membuktikan kasih-Nya yang luar biasa pada kita dengan mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib mati ganti hukuman dosa-dosa kita. (Yohanes 3:16) Itu adalah bukti kasih-Nya yang tidak dilakukan oleh ilah manapun di alam semesta ini. Mendahulukan kepentingan orang lain atau pengorbanan adalah bentuk/wujud dari kasih.
Mari kita cek diri kita: apakah kita lebih mementingkan diri sendiri atau orang lain? Kasih yang sejati tidak akan pernah menempatkan diri sendiri sebagai yang utama, sekalipun itu beresiko bahkan sampai kepada kematian. Kisah nyata ini memberi kepada anak-anak TUHAN; alasan untuk rela berkorban hingga ke nyawa mereka agar orang lain selamat. Pada tahun 1914, 124 anggota dari Salvation Army Canada (SAC) - organisasi kemanusiaan Kristen - menaiki kapal The Empresshendak menuju ke London, Inggris guna menghadiri Konferensi Gereja di sana. Saat kapal ini melintasi samudera Atlantik yang penuh kabut tebal, kapal ini bertabrakan dengan sebuah kapal barang Norwegia. The Empress tenggelam dan lebih dari 1.000 penumpangnya tewas, termasuk ke-124 para Hamba TUHAN SAC tersebut. Yang menarik adalah, pada menit-menit evakuasi, para Hamba TUHAN ini justru sibuk membantu para penumpang meninggalkan kapal, membagikan alat-alat pelampung sembari berseru: “Anak-anak, Wanita dan yang belum mengenal Kristus terlebih dahulu! Anak-anak, Wanita dan yang belum mengenal Kristus terlebih dahulu!” Mereka mendahulukan anak-anak, wanita dan mereka yang belum mengenal Kristus untuk terlebih dahulu mendapat pelampung dan naik ke sekoci penyelamat. Ke-124 Hamba TUHAN mendahulukan orang lain; mereka berkorban. Usaha mereka mampu menyelamatkan lebih dari 1.000 orang dari total penumpang 2.000-an orang; sementara pelampung dan sekoci yang tersedia sebenarnya kurang dari angka itu. Bersediakah kita berkorban untuk orang lain?
3. KEKUDUSAN
Kekudusan atau kesucian adalah ciri khas dari anak-anak TUHAN. Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia juga menegaskan bahwa “...kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.” Di tengah dunia yang sekarang ini semuanya menjadi “relatif” dan tidak ada lagi standar hidup yang baku, kita sebagai anak-anak TUHAN dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Saat kita mendengar kata kekudusan, ingatlah bahwa bukan hanya dalam hal-hal yang bersifat moral dan seksual, tetapi juga dalam pikiran kita dan perkataan kita.
Filipi 4:8, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adir, semua yang sui, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Seorang anak TUHAN bisa saja memiliki moral dan tindak laku sehari-hari yang kudus, tetapi jika dalam pikirannya tidak demikian, cepat atau lambat pada akhirnya pasti ia akan jatuh dalam hal-hal yang tidak kudus. Hati-hatilah, karena semakin banyak kita berkompromi dengan kebenaran Firman TUHAN dan menyerah pada cara pandang dunia, semakin kita terseret untuk tidak hidup kudus dan layak di hadapan-Nya.
Mengapa kekudusan menjadi penting bagi orang lain? Karena disitulah yang membedakan antara anak TUHAN dengan anak-anak dunia. Sebagai pengikut Kristus seharusnya kita tidak takut dan tidak malu untuk menjaga kekudusan sekalipun dunia mengganggap hal itu aneh bahkan kuno.
~ Anak-anak TUHAN yang belum menikah menjaga kekudusan dengan tidak melakukan pre-marital sex.
~ Pengikut Kristus yang berkarya dalam dunia politik dan pemerintahan menjaga kekudusan dengan tidak berkorupsi dan menyuap.
~ Para siswa Kristen menjaga kekudusan saat belajar dengan tidak menyontek.
~ Para pelaku dunia usaha menjaga kekudusan dengan merancang strategi manajemen / persaingan yang sehat dan saling menguntungkan. Dan masih banyak lagi.
Akhirnya, mari kita bangkit dan tampil sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah dan kasih karunia dari TUHAN YESUS. Biarlah kehidupan kita mencerminkan Kristus, memancarkan kasih-Nya sehingga banyak orang yang akan datang kepada-Nya dan berkata: “Kami ingin mengenal YESUS karena kami melihat bagaimana Ia bekerja di dalam kehidupan anak-anak-Nya.” Amin!
GOD bless you
Jati diri kita sebagai orang Kristen seharusnya terpancar sebagai Anak TUHAN, bukan sebagai “anak hantu”. Kita yang telah menerima dan mengakui Kristus sebagai TUHAN dan Juruselamat seharusnya mencerminkan suatu ciri yang membedakan bahwa kita adalah Anak-Nya dan bukan anak-anak dunia. Saat kita memproklamirkan bahwa kita adalah Anak TUHAN maka orang-orang tidak lagi hanya melihat siapa kita, tetapi YESUS yang menjadi TUHAN dalam hidup kita.
3 (tiga) Karakter berikut hendaknya menjadi ciri khas kita sebagai Anak-anak TUHAN:
1. KASIH
Kasih adalah ciri utama dari BAPA, Kristus dan Roh Kudus. Ini juga yang seharusnya menjadi ciri semua orang yang menyebut dirinya Anak TUHAN: mereka mengasihi semua orang. Setiap pengikut Kristus adalah orang-orang yang mengasihi sesamanya. Orang menyebut dirinya mengasihi TUHAN tetapi tidak mau mengasihi sesamanya, sebenarnya bukanlah seorang pengikut Kristus bahkan sebenarnya tidak mengenal Dia. Ini adalah prinsip yang ditegaskan dalam 1 Yohanes 4:8, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”
Salah satu aspek dari mengasihi adalah memberi hormat (respect) pada orang lain. Banyak orang mungkin mencemooh status kita sebagai pengikut Kristus; dianggap bodoh, dianggap fanatik, kolot, kuno, kampungan, kaku dan sebagainya. Itu semua tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah kalau kita kemudian bereaksi negatif kepada mereka karena mereka yang mencemooh kita. Jika hal itu yang kita lakukan, maka kelakuan kita tidak ada bedanya dengan anak-anak dunia. Tetapi saat kita tetap menghormati siapapun juga, termasuk mereka yang menghina kita, disitulah kita tampil sebagai anak-anak TUHAN. 1 Petrus 3:17, “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” Ditengah-tengah ejekan yang mereka terima, penolakan oleh keluarga dan penganiayaan oleh pemerintahan Romawi, Rasul Petrus menguatkan semua orang-orang Kristen untuk tetap menghormati semua orang. Ingatlah akan TUHAN YESUS; bagaimana ketika Ia dianiaya, Ia tidak memaki Imam Besar dan Pilatus. Ia tetap menghormati orang-orang ini dalam kedudukan mereka.
Kita diminta untuk mengasihi semua orang. Mengasihi semua bukan berarti selalu berkata “Ya” pada apapun permintaan mereka, mengasihi semua orang bukan berarti membenarkan semua perbuatan buruk dan dosa yang dilakukan orang-orang, tetapi mengasihi mereka sebagaimana Kristus mengasihi kita dan semua orang. Kristus mati di kayu salib untuk semua orang yang berdosa. Sebagai anak-anak TUHAN justru kita mengasihi sesama kita agar mereka melihat dan merasakan juga kasih yang telah TUHAN YESUS kita terima. Efesus 4:32, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Jika kita tidak mengasihi, lalu bagaimana jiwa-jiwa yang terhilang dapat bertemu dengan kasih-Nya melalui kita?
2. PENGORBANAN
Perwujudan tertinggi dari kasih kepada sesama adalah mendahulukan orang lain, bahkan jika perlu berkorban demi mereka. Filipi 2:3-4, “...dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingan sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Ayat ini tidaklah ditujukan kepada semua orang, tetapi secara khusus ditujukan kepada jemaat TUHAN yaitu para pengikut Kristus. TUHAN membuktikan kasih-Nya yang luar biasa pada kita dengan mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib mati ganti hukuman dosa-dosa kita. (Yohanes 3:16) Itu adalah bukti kasih-Nya yang tidak dilakukan oleh ilah manapun di alam semesta ini. Mendahulukan kepentingan orang lain atau pengorbanan adalah bentuk/wujud dari kasih.
Mari kita cek diri kita: apakah kita lebih mementingkan diri sendiri atau orang lain? Kasih yang sejati tidak akan pernah menempatkan diri sendiri sebagai yang utama, sekalipun itu beresiko bahkan sampai kepada kematian. Kisah nyata ini memberi kepada anak-anak TUHAN; alasan untuk rela berkorban hingga ke nyawa mereka agar orang lain selamat. Pada tahun 1914, 124 anggota dari Salvation Army Canada (SAC) - organisasi kemanusiaan Kristen - menaiki kapal The Empresshendak menuju ke London, Inggris guna menghadiri Konferensi Gereja di sana. Saat kapal ini melintasi samudera Atlantik yang penuh kabut tebal, kapal ini bertabrakan dengan sebuah kapal barang Norwegia. The Empress tenggelam dan lebih dari 1.000 penumpangnya tewas, termasuk ke-124 para Hamba TUHAN SAC tersebut. Yang menarik adalah, pada menit-menit evakuasi, para Hamba TUHAN ini justru sibuk membantu para penumpang meninggalkan kapal, membagikan alat-alat pelampung sembari berseru: “Anak-anak, Wanita dan yang belum mengenal Kristus terlebih dahulu! Anak-anak, Wanita dan yang belum mengenal Kristus terlebih dahulu!” Mereka mendahulukan anak-anak, wanita dan mereka yang belum mengenal Kristus untuk terlebih dahulu mendapat pelampung dan naik ke sekoci penyelamat. Ke-124 Hamba TUHAN mendahulukan orang lain; mereka berkorban. Usaha mereka mampu menyelamatkan lebih dari 1.000 orang dari total penumpang 2.000-an orang; sementara pelampung dan sekoci yang tersedia sebenarnya kurang dari angka itu. Bersediakah kita berkorban untuk orang lain?
3. KEKUDUSAN
Kekudusan atau kesucian adalah ciri khas dari anak-anak TUHAN. Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia juga menegaskan bahwa “...kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.” Di tengah dunia yang sekarang ini semuanya menjadi “relatif” dan tidak ada lagi standar hidup yang baku, kita sebagai anak-anak TUHAN dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Saat kita mendengar kata kekudusan, ingatlah bahwa bukan hanya dalam hal-hal yang bersifat moral dan seksual, tetapi juga dalam pikiran kita dan perkataan kita.
Filipi 4:8, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adir, semua yang sui, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Seorang anak TUHAN bisa saja memiliki moral dan tindak laku sehari-hari yang kudus, tetapi jika dalam pikirannya tidak demikian, cepat atau lambat pada akhirnya pasti ia akan jatuh dalam hal-hal yang tidak kudus. Hati-hatilah, karena semakin banyak kita berkompromi dengan kebenaran Firman TUHAN dan menyerah pada cara pandang dunia, semakin kita terseret untuk tidak hidup kudus dan layak di hadapan-Nya.
Mengapa kekudusan menjadi penting bagi orang lain? Karena disitulah yang membedakan antara anak TUHAN dengan anak-anak dunia. Sebagai pengikut Kristus seharusnya kita tidak takut dan tidak malu untuk menjaga kekudusan sekalipun dunia mengganggap hal itu aneh bahkan kuno.
~ Anak-anak TUHAN yang belum menikah menjaga kekudusan dengan tidak melakukan pre-marital sex.
~ Pengikut Kristus yang berkarya dalam dunia politik dan pemerintahan menjaga kekudusan dengan tidak berkorupsi dan menyuap.
~ Para siswa Kristen menjaga kekudusan saat belajar dengan tidak menyontek.
~ Para pelaku dunia usaha menjaga kekudusan dengan merancang strategi manajemen / persaingan yang sehat dan saling menguntungkan. Dan masih banyak lagi.
Akhirnya, mari kita bangkit dan tampil sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah dan kasih karunia dari TUHAN YESUS. Biarlah kehidupan kita mencerminkan Kristus, memancarkan kasih-Nya sehingga banyak orang yang akan datang kepada-Nya dan berkata: “Kami ingin mengenal YESUS karena kami melihat bagaimana Ia bekerja di dalam kehidupan anak-anak-Nya.” Amin!
GOD bless you
Tidak ada komentar:
Posting Komentar