Bagaimana manusia mengembangkan perasaannya terhadap Tuhan, Sang
pencipta dan pemelihara kehidupan? Umumnya perasaan itu dapat dibagi
dalam dua bentuk.
Yang pertama, manusia merasa gentar. Allah dialami dan dirasakan manusia sebagai sesuatu yang dasyat, sangat berkuasa, tak terhampiri, kudus, luar biasa keagunganNya. Manusia merasakan hal seperti ini ketika berhadapan dengan kematian, merenungkan kebesaran dan keindahan alam semesta ciptaaan Tuhan, bencana alam, gerhana dan sebagainya. Di hadapan hal seperti itu, manusia merasa dirinya kecil dan tak berdaya. Tuhan adalah “ Pribadi” yang menggentarkan atau mysterium Tremendum (kata latin Tremendum berarti: mendahsyatkan atau menggentarkan).
Yang pertama, manusia merasa gentar. Allah dialami dan dirasakan manusia sebagai sesuatu yang dasyat, sangat berkuasa, tak terhampiri, kudus, luar biasa keagunganNya. Manusia merasakan hal seperti ini ketika berhadapan dengan kematian, merenungkan kebesaran dan keindahan alam semesta ciptaaan Tuhan, bencana alam, gerhana dan sebagainya. Di hadapan hal seperti itu, manusia merasa dirinya kecil dan tak berdaya. Tuhan adalah “ Pribadi” yang menggentarkan atau mysterium Tremendum (kata latin Tremendum berarti: mendahsyatkan atau menggentarkan).
Kedua, manusia merasa tertarik dan terpesona. Allah dialami atau
dirasakan sebagai “Pribadi” yang baik, penuh kasih, peduli,
menyenangkan, menenteramkan dan menakjubkan. Manusia merasakan hal
seperti itu ketika berhadapan dengan peristiwa kelahiran, kesembuhan,
kesuksesan, hasil panen, pergantian malam dan siang, pergantian musim,
pertolongan dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya dan lain sebagainya.
Dihadapan Allah yang seperti itu manusia merasa damai dan bahagia.
Allah dilihat manusia sebagai “Pribadi” yang menggemarkan atau mysterium
fascinosum (kata latin fascinans berarti mengasyikkan atau
menggemarkan).
Jadi, Tuhan dilihat sebagai kuasa yang menggentarkan tetapi sekaligus juga yang menggemarkan. Konsep inilah yang disebut Numinosum tremendum et fascinosum; yang dikembangkan oleh Rudolf Otto, seorang ahli teologi agama-agama.
Jadi, Tuhan dilihat sebagai kuasa yang menggentarkan tetapi sekaligus juga yang menggemarkan. Konsep inilah yang disebut Numinosum tremendum et fascinosum; yang dikembangkan oleh Rudolf Otto, seorang ahli teologi agama-agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar