Shalom,
Kiriman dari teman semoga bisa jadi berkat buat kita semua.
Imanuel, GBU. Amin.
******
Alkitab menjelaskan bahwa perjuangan kita melawan setan merupakan
peperangan. Perjuangan rohani ini menghasilkan konsekuensi kekekalan.
Setan disebut sebagai ilah zaman ini atau penguasa kerajaan di udara. Ia
telah mengambil otoritas Allah dan membangun kerajaannya di bumi.
Kuasanya mempesona. Ketika Yesus datang, Ia menyerang kerajaan setan.
Pada saat itu, setan tidak hanya dipermalukan, tetapi kuasanya juga
dipatahkan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Setan tidak menerima
serangan tersebut begitu saja. Itulah sebabnya penyerongan terjadi, baik
di Surga maupun di bumi (Matius 11:12). Ketika kita memasuki Kerajaan
Allah, kita bisa memilih salah satu dari dua sikap ini: kita mundur dan
melindungi diri kita dengan sikap bertahan atau kita bergerak maju
dengan agresif dalam sikap menyerang. Mereka yang memilih sikap bertahan
mencoba menghindari peperangan rohani.
Yesus datang untuk
menyerang kerajaan setan. Ketika Ia melakukannya, suatu periode waktu
yang panjang, yang ditutupi oleh Perjanjian Lama, secara permanen
diubahkan. Yesus membawa suatu perjanjian yang baru. Kapankah tepatnya
perubahan itu terjadi? Secara "de jure" kekalahan setan terjadi di atas
kayu salib. Akan tetapi, suatu pertemuan kekuatan secara "de facto"
terjadi lebih awal dan memberikan pengalaman tersendiri kepada setan.
Pencobaan yang dialami oleh Yesus merupakan peperangan tingkat tinggi,
di mana setan dikalahkan secara telak. Perhatikan bahwa sejak awal,
Yesus sudah mengambil sikap menyerang (Matius 4:1). Kita juga bisa
menjadi seorang pemenang jika kita disatukan dengan-Nya dan mengizinkan
kuasa-Nya mengalir melalui kita.
Peperangan rohani bukanlah
lelucon dan permainan. Setan dan iblis-iblis merupakan makhluk nyata
dengan kepribadian yang menyesatkan, hati yang fasik, dan memiliki
tujuan-tujuan yang jahat. Dibandingkan dengan manusia, mereka lebih
berkuasa, tetapi mereka bukanlah Allah. Meskipun kuasa setan itu
terbatas dan meskipun Allah sudah memberikan kuasa kepada kita atas
mereka, hal yang paling berbahaya di dalam peperangan rohani adalah
kepercayaan diri yang berlebihan. Banyak orang Kristen dihantam secara
rohani, emosi, dan fisik karena mereka berlaku tidak bijaksana di dalam
melakukan pendekatan. Di dalam menghadapi peperangan rohani, ada empat
dimensi yang harus kita pertimbangkan dengan matang, yaitu senjata yang
kita gunakan di dalam peperangan, otoritas kerohanian kita, pertempuran
kita melawan musuh, dan rencana tindakan kita.
1. Senjata Kita dalam Peperangan (2 Korintus 10:3-4)
Kegiatan yang mendasar dalam peperangan rohani adalah doa. Di satu
sisi, doa merupakan senjata peperangan dan di sisi lain, doa merupakan
media yang melaluinya semua senjata lain dipergunakan (Efesus 6:12,18).
Tanpa doa, kita menjadi tidak berdaya dalam perjuangan kita melawan
musuh. Jika doa merupakan pusat aktivitas bagi peperangan rohani, pusat
sikap kita dalam peperangan rohani adalah iman dan ketaatan (Matius
17:20).
Apakah yang dihasilkan oleh iman? Melalui iman, kita bisa
mengadakan hubungan dengan Allah (Efesus 2:8; Efesus 6:16).
Bagaimanakah kita tahu bahwa kita memiliki iman yang membawa kita dalam
persekutuan dengan Allah? Iman tidak bisa dipahami dengan memisahkannya
dari ketaatan kepada Allah (1 Yohanes 2:3-4) dan iman tanpa perbuatan
adalah mati. Gabungan antara iman dan ketaatan adalah kekudusan.
Kekudusan berarti dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah sehingga tidak
ada tempat bagi yang lainnya. Itu artinya, kita tidak lagi mencintai
dunia ini atau hal-hal duniawi seperti keinginan daging, keinginan mata,
serta keangkuhan hidup. Seorang yang sudah dikuduskan selalu melakukan
kehendak Allah (1 Yohanes 2:14). Selain berdoa dengan iman dan dalam
ketaatan, Allah juga menyediakan senjata-senjata khusus bagi kita untuk
peperangan rohani. Apakah senjata-senjata khusus itu?
a. Nama Tuhan Yesus (Markus 16:17; Yohanes 14:14; Filipi 2:9)
Apakah pentingnya sebuah nama? Nama membawa suatu kuasa. Seorang duta
besar Amerika Serikat bagi negara lain berbicara atas nama Presiden
Amerika Serikat. Seorang polisi mengetuk pintu dan berkata, "Atas nama
hukum, buka!" Ketika Yesus mengundang kita untuk menggunakan nama-Nya,
Dia memindahkan kuasa kudus-Nya kepada kita. Nama Tuhan Yesus merupakan
senjata yang penuh kuasa di dalam peperangan rohani, dan nama itu
memiliki otoritas yang luar biasa, bila kita menggunakannya seturut
dengan kehendak-Nya. Tak seorang pun pernah memiliki kuasa Yesus,
kecuali kalau Yesus adalah Tuhan orang itu (Matius 7:22-23; Kisah Para
Rasul 19).
b. Darah Tuhan Yesus (Wahyu 12:11)
Wahyu 12
menunjukkan satu dari episode-episode peperangan rohani yang paling
dahsyat, yang dapat dibayangkan. Mikhael dan para malaikatnya berperang
melawan naga. Mikhael mengalahkan dia "oleh darah Anak Domba". Ketika
Yesus mencurahkan darah-Nya di atas kayu salib, sesungguhnya kuasa setan
benar-benar sudah dipatahkan (Kolose 2:14-15). Setan paling tidak suka
bila diingatkan tentang darah Yesus. Salib merupakan sesuatu yang sangat
mempermalukannya. Setiap jiwa yang sudah diselamatkan melalui darah
Yesus benar-benar mempermalukan setan. Setan tidak sanggup bertahan
berdiri menghadapi darah Yesus.
c. Kesehatian (Kisah Para Rasul 2:1,14)
Dalam hal apakah kita sehati dan sepikir? Pertama, kita sehati dan
sepikir mengenai apa yang sedang Allah firmankan kepada kita. Kedua,
kita sehati dan sepikir dalam menyaksikan pekerjaan yang Bapa lakukan.
Adalah mungkin bagi kita untuk memahami secara pribadi apa yang sedang
Bapa lakukan, tetapi adalah lebih baik jika kita memiliki kesehatian dan
pikiran yang sama dengan orang lain (Matius 18:19; Yohanes 5:19). Ini
salah satu alasannya mengapa doa yang sehati dan sepikir begitu penting
di dalam peperangan rohani. Jika sejumlah orang percaya dalam sebuah
gereja atau dari berbagai gereja berkumpul bersama dan bersehati di
dalam doa, maka kekuatan untuk melawan musuh akan meningkat dengan luar
biasa.
d. Puasa
Puasa adalah suatu kegiatan tidak makan
yang dilakukan secara sukarela dalam kurun waktu tertentu. Ada beberapa
jenis peperangan rohani yang memprasyaratkan puasa, sebagai suatu syarat
untuk memperoleh kemenangan (Matius 17:21; Kisah Para Rasul 13:2-3).
Tingkat peperangan terbesar dari segala zaman adalah ketika Yesus
dicobai di padang gurun. Salah satu bagiannya adalah Yesus melakukan
puasa selama 40 hari. Apakah hal itu membuat Dia lemah? Secara fisik Ia
lemah, tetapi secara roh hal itu menguatkan-Nya.
Kita harus
berhati-hati mengambil sikap selama berpuasa. Berpuasa merupakan suatu
hak istimewa yang membawa kita lebih dekat kepada Allah dan lebih
sensitif dalam mendengarkan suara-Nya. Puasa bukanlah sebuah tanda
penghargaan yang membuat kita lebih baik dari orang lain. Bukan pula
merupakan suatu cara memanipulasi Allah, agar Allah mau melakukan
sesuatu seperti yang kita inginkan. Yesus berkata agar puasa kita tidak
diketahui oleh orang lain, jadi kita melakukannya secara tersembunyi di
hadapan Bapa (Matius 6:16-18). Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh
membicarakan puasa kita secara bijaksana, tetapi hal ini berarti bahwa
kita tidak boleh menyombongkannya. Dengan sikap yang benar dan sesuai
dengan waktu serta pimpinan-Nya, maka puasa merupakan salah satu senjata
yang sangat berdaya guna.
e. Puji-Pujian
Kita sering kali
menganggap pujian hanyalah sebagai ekspresi sukacita jika sesuatu yang
baik terjadi atas kita. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa dalam keadaan
apa pun, kita harus memuji Allah (Mazmur 145:2; Kisah Para Rasul 16:25).
f. Firman Allah (Efesus 6:17)
Dari enam perlengkapan senjata Allah, lima di antaranya merupakan
senjata untuk bertahan dan hanya satu senjata yang dipergunakan untuk
menyerang: Pedang Roh, yaitu firman Allah. Ayat-ayat Alkitab merupakan
sebuah senjata perang yang penuh kuasa. Sebagai balasan terhadap semua
serangan Iblis, Yesus mengutip ayat-ayat dari kitab Perjanjian Lama
sehingga Iblis tidak sanggup bertahan. Akan tetapi, ada juga firman
Allah yang dinyatakan, yaitu rhema. Mendengar perkataan Allah yang baru
difirmankan-Nya merupakan suatu bagian penting dalam menggunakan Pedang
Roh (Yeremia 32:6,8; Yohanes 5:19; Efesus 6:18).
Doa yang benar
adalah percakapan dua arah dengan Allah. Kita berbicara kepada-Nya dan
Dia berbicara kepada kita. Mengetahui kehendak Allah dengan mendengar
firman Allah dan melakukannya, merupakan hal terpenting di dalam
keberhasilan peperangan rohani. Puasa juga dihubungkan dengan hal ini
karena puasa membuat telinga rohani kita lebih sensitif. Kesehatian
dengan orang-orang percaya lainnya akan melindungi kita ketika kita
tidak peka. Jika kita sungguh-sungguh peka terhadap firman Allah, maka
hal itu merupakan sebuah senjata yang benar-benar penuh kuasa.
(Diringkas oleh: Novita Y./Diringkas dari:/Judul buku: Roh-Roh
Teritorial/Penulis: C. Peter Wagner/Penerjemah: Drs. Josep T dan Daniel
S. E. P. Simamora/Penerbit: Yayasan Pekabaran Injil "IMANUEL",
Jakarta/Halaman: 3 -- 15/e-DOA)
* * * * *
Kenakanlah
seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan
tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan
daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa,
melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat
di udara. (Efesus 6:11,12)