Rabu, 13 September 2017

MEMBANGUN KOMUNITAS YANG SALING MENGASIHI

Kisah 10:44-48; Mazmur 98:1-9; I Yohanes 5:1-6; Yohanes 15:9-17
Pengantar
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah memiliki seorang sahabat. Di manapun manusia, ia akan membutuhkan seorang teman. Saat bekerja, kita butuh teman. Saat berada dalam pertemuan, kita pun butuh teman. Kehadiran seorang teman akan membuat kita betah. Coba kita bayangkan, jika kita bergereja namun tidak ada seorang pun yang kita kenal. Tentu kita akan tidak betah, sehingga cenderung kita akan pindah atau memilih tidak ke gereja.
Itulah sebabnya, semakin warga gereka cenderungan untuk ramah, membuka diri untuk berelasi dan peduli kepada sesama maka gereja pun berkembang dengan baik. Sebaliknya jika jemaat yang bersifat dingin, formal, acuh tak acuh, dan jauh dari keramahan akan membuat gereja cenderung merosot dan tidak lama kemudian akan mati. Jika kita tidak mungkin menjadikan semua orang menjadi sahabat, minimal perlakukan semua orang di jemaat tersebut dengan sikap akrab dan penuh kepedulian. Sebab dasar utama tujuan dari gereja adalah mewujudkan komunitas yang saling mengasihi. Komunitas yang saling mengasihi bisa dibangun lewat sebuah persahabatan.
Menjadi seorang sahabat
Memang tidak mudah memiliki seorang sahabat, dan tidak mudah juga membangun komunitas. Sejujurnya tidak setiap orang memiliki seorang sahabat. Sebab kategori seorang sahabat yaitu:
  • Bukan sekedar akrab dengan kita. Keakraban hanyalah pintu masuk untuk menemukan seorang sahabat.
  • Seorang sahabat selalu bersedia menyatakan kasih secara total.
  • Selalu memberi perhatian yang sedang kita lakukan dan pikirkan.
  • Tidak hanya peduli disaat menyenangkan, tetapi juga saat kita mengalami kegagalan.
  • Selalu mengerti apa yang sedang kita kerjakan sehingga dia akan mengatakan keadaan diri kita yang sesungguhnya.
  • Tidak mau mendengarkan gosip atau keburukan tentang diri kita.
  • Akan selalu mendukung setiap waktu, tetapi juga akan mencegah kita untuk melakukan sesuatu yang salah.
  • Tidak akan bersaing dengan diri kita, tetapi selalu mendorong agar kita makin berprestasi dan berkembang meraih cita-cita.
  • Atau dia bahagia saat kita berhasil, dan selalu menghibur saat kita sedih dan mengalami kesulitan.

Jadi yang jelas seorang sahabat adalah seorang pribadi yang dianugerahkan Allah untuk menjadi bagian dari kehidupan kita. Tanpa kehadirannya hidup kita terasa tidak lengkap. Kriteria utama seorang sahabat adalah mampu mengasihi seperti jiwanya sendiri. Seorang sahabat selalu mampu menyingkirkan segala egoisme dan kepentingan dirinya. Sebab kehadiran seorang sahabat dihayati sebagai bagian utama dalam kehidupan pribadinya. Seorang sahabat selalu mengutamakan kesetiaan dan pengurbanan, dan tidak segan mengurbankan hidupnya. Nilai persahabatan inilah yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Tuhan Yesus.
Jika persahabatan dapat diupayakan oleh setiap orang, maka apa maknanya ketika Yesus berkata, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh. 15:15). Apa maknanya ketika Tuhan Yesus menyebut kita sebagai sahabatNya? Jika kita mampu menjalin persahabatan dengan sesama, mengapa kita harus menjadi sahabat Yesus yang secara fisik tidak pernah kita kenal? Apa sih keunikan dari makna persahabatan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus?
Injil Yohanes selalu menegaskan bahwa Kristus adalah inkarnasi Firman Allah, dan Firman Allah adalah Allah (Yoh. 1:1). Tuhan Yesus dalam menyebut identitas diriNya selalu menggunakan “Egoo eimi” (“Aku adalah”) yang merupakan ciri dari Yahweh (TUHAN) dalam menyebut ke-diri-anNya (bdk. Kel. 3:14).  Di Yoh. 15:1, Tuhan Yesus menyebut diriNya sebagai, "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya”. Dengan gambaran sebagai “pokok anggur yang benar”, Tuhan Yesus menyatakan diriNya sebagai sumber kehidupan sehingga setiap orang yang menjadi ranting-rantingNya akan menghasilkan buah kebenaran. Dalam konteks ini Tuhan Yesus tidak pernah menyebut “nama-nama lain” (para nabi dan rasul) yang juga dapat menjadi “pokok anggur yang benar”. Hanya Dialah satu-satunya pokok anggur yang benar.
Itu sebabnya setiap orang yang ingin menghasilkan buah kebenaran dan keselamatan harus terkait erat dengan Dia sebagai pokok anggur yang benar. Di luar Kristus, tidak tersedia kemungkinan keselamatan, kebenaran dan kehidupan. Dalam Yoh. 15:4, Tuhan Yesus berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku”. Jadi relasi manusia dengan Kristus tidak dapat ditawar atau direlatifkan, jika kita menginginkan kehidupan yang kekal dan penuh makna! Sebab Kristus bukan sekedar nabi, tetapi Dia adalah Pokok Anggur yang benar. Tuhan Yesus adalah Pengutus yang diutus oleh Allah. Kristus adalah sumber kehidupan dan keselamatan umat manusia.
Kristus sebagai wujud inkarnasi Firman Allah berkenan hadir dalam sejarah kehidupan manusia pada hakikatnya adalah Allah yang berkenan datang untuk bersahabat dengan kita. Lebih tepat lagi Allah di dalam Kristus datang untuk memulihkan hubungan kita yang telah dirusak oleh dosa. Sehingga dengan karya penebusanNya, Kristus mengangkat kita sebagai anak-anak Allah sekaligus menjadi para sahabat Allah. Umat manusia yang semula hanya berkedudukan sebagai seorang hamba atau budak (Arab atau Ibrani: abd’) kini diubah status dan relasinya oleh karya penebusan Kristus. Jadi tanpa karya penebusan Kristus, kedudukan umat manusia yang sejak awal hanyalah para budak atau hamba tidaklah mungkin  dapat dipulihkan menjadi anak-anak Allah dan para sahabat Allah. Pemulihan status dan relasi tersebut merupakan anugerah dan kasih Allah.
Tanpa karya keselamatan Allah di dalam Kristus, maka manusia dengan segala upaya kebajikan, perbuatan baik atau amal tidak akan mampu mengubah statusnya di hadapan Allah. Inilah yang membedakan iman Kristen dengan agama-agama lain. Sebab dalam pengajaran agama-agama lain, dalam statusnya sebagai seorang “hamba Allah”, manusia dapat berkenan di hadapan Allah asalkan mereka mampu melaksanakan aturan Tuhan. Semakin banyak dia berhasil melakukan ketentuan Allah, maka dia akan memperoleh “kredit point” (pahala) sehingga akan mengurangi beban dosa yang pernah diperbuatnya. Padahal dalam iman Kristen, upaya untuk  memperoleh prestasi rohani (pahala) tersebut tidaklah mungkin.
Dalam statusnya sebagai seorang budak, manusia tidak mungkin mengetahui kehendak Allah yang sesungguhnya. Tuhan Yesus berkata,  “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh. 15:15). Kita tidak akan pernah mengetahui isi hati Allah selama status dan relasi kita hanya sebagai budak.  Selain itu seorang budak akan melakukan kehendak Allah dengan mental seorang budak. Dia melakukan perintah Allah hanya didasari oleh perasaan takut dan bukan karena kasih. Padahal perintah Allah akan efektif dilaksanakan didasari oleh relasi yang benar di dalam kasih.
Kasih Seorang Sahabat
Oleh karena, relasi kita dengan Allah masih dalam kondisi bermasalah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita masih sering menjadi budak dosa yang gemar melayani berbagai hawa-nafsu dan egoisme dengan kesetiaan seorang budak. Status selaku anak-anak Allah tidak akan efektif jika tidak didasari oleh relasi yang dipulihkan oleh darah salib Kristus. Pemulihan relasi dengan Kristus harus terjadi dalam setiap kehidupan kita. Pemulihan relasi tersebut tidaklah cukup hanya terjadi dalam suatu momen dalam peristiwa hidup kita. Pemulihan relasi personal dengan Kristus selalu mencakup pemulihan yang holistik, utuh dan menyeluruh.
Sebab pengorbanan seorang sahabat tidak pernah bersifat parsial (berat sebelah), sepotong-potong dan subyektif. Dia tidak boleh hanya setia kepada salah seorang sahabatnya tetapi membenci orang-orang yang memusuhi sahabatnya. Memang tidak mudah menempatkan diri sebagai seorang sahabat. Meski tidak mudah, tetapi belajarlah pada Kristus. Sebab kasih Kristus akan memampukan dia bersikap adil, tidak memihak dan mengutamakan kebenaran. Dia akan mengatakan hal yang benar apabila sahabatnya bersalah agar sahabatnya tetap hidup di dalam kasih Kristus. Mungkin sahabatnya dapat marah dan sangat kecewa karena dia tidak mau membelanya. Tetapi dengan penuh kesabaran dan kelembutan kasih, dia akan mengingatkan bahwa tugas utama yang diembannya adalah menghadirkan Kristus untuk berbuah kebenaran. Di Yoh. 15:16, Tuhan Yesus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu”.  Pemilihan Kristus menjadikan kita sebagai para sahabatNya harus ditandai dengan kehidupan yang selalu berbuah keadilan, kebenaran dan buah Roh (Gal. 5:22-23).
Kristus tidak hanya mengajar menjadi sahabat yang sejati. Tetapi Dia terlebih dahulu telah membuktikan bagaimana Dia menjadi  seorang sahabat bagi sesamaNya. Di Yoh. 15:13, Tuhan Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.  Seorang sahabat sejati tidak akan pernah mengorbankan orang lain agar dia sendiri yang selamat. Kasihnya adalah kasih yang terbuka, bukan eksklusif.
Kasih Kristus Yang Membongkar Tembok Pemisah
Pola persahabatan duniawi selalu mengedepankan sikap yang eksklusif, atau kasih dan setia pada sekelompok orang saja. Akibatnya pola persahabatan yang demikian justru sering menciptakan sekat-sekat dalam kehidupan bersama. Relasi kita makin dipisahkan oleh sekat etnis, sekat tingkat sosial-ekonomi, sekat hobi, sekat agama, sekat ideologis, dan berbagai sekat lain.
Dalam Kis. 10:44-48 disaksikan bagaimana Roh Kudus berkarya untuk membaharui dan mengaruniakan iman kepada umat yang semula tergolong kafir. Bahkan Roh Kudus mengaruniakan karunia roh kepada orang-orang yang saat itu belum dibaptis. Bukankah fenomena tersebut sesuatu yang janggal? Seharusnya Roh Kudus bekerja setelah umat dibaptis di dalam nama Yesus Kristus. Tetapi dalam  peristiwa ini telah terjadi suatu perkecualian. Sebab dalam peristiwa tersebut orang-orang yang belum percaya justru menerima terlebih dahulu karunia Roh, barulah mereka dibaptiskan dalam nama Yesus Kristus. Fenomena dari Kis. 10:45 tersebut makin menguatkan bahwa bahasa roh dikaruniakan Allah kepada orang yang belum percaya. Sebab di I Kor. 14:22 menyatakan bahwa karunia  bahasa roh adalah tanda bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman. Tujuannya agar orang yang tidak percaya terlebih dahulu diteguhkan dengan karunia bahasa lidah sehingga mereka dapat percaya kepada Kristus. Intinya karya Roh yang merupakan karya Kristus yang mengatasi segala aturan atau anggapan. Jadi inti dari Kis. 10:44-48 menyatakan bahwa Kristus yang telah bangkit adalah Kristus yang bertindak secara bebas dan tidak terkungkung oleh aturan tertentu.  Kristus memberikan karunia bahasa roh kepada Kornelius, para anggota keluarga dan orang-orang yang bersama dengan dia agar keyakinan mereka diteguhkan dalam iman kepada Tuhan Yesus sebagai Juru-selamatnya.
Bahkan dalam Kis. 10 dikatakan Kristus yang telah bangkit, berkenan menjadikan semua orang sebagai sahabatNya. Beriman pada Kristus, kita disatukan di dalam kasihNya. Kristus datang ke dalam dunia ini untuk mendirikan Kerajaan Allah, dan komunitas yang saling mengasihi. Sehingga sangatlah tepat 1 Yoh. 5:1 berkata, “Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga Dia yang lahir dari pada-Nya”. Beriman pada Kristus harus dinyatakan di dalam tindakan kasih, sebab kasih merupakan tanda bahwa kita lahir sebagai ciptaan baru dan dipanggil untuk meniadakan setiap sekat yang memisahkan sesama. Kita dipanggil oleh Tuhan Yesus agar kita mampu memperlakukan setiap orang sebagai para sahabat Kristus. Tugas panggilan tersebut tidaklah berat. Sebab Tuhan Yesus akan menganugerahkan karunia yang paling utama yaitu karunia kasih kepada umat yang bersandar kepadaNya. Firman Tuhan berkata, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat,  sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (I Yoh. 5:3-4).
Panggilan
Membangun komunitas yang saling mengasihi, memang tidak mudah. Apalagi dijaman penuh persaingan. Lihat saja, semua orang bersaing: memperebutkan yang paling ….., yang bisa memiliki apapun. Jika tidak mau turut dalam persaingan, tentu akan dianggap telah kalah. Namun firman kita mengajarkan agar kita tetap membangun komunitas yang saling mengasihi. Dan komunitas ini bisa dibangun lewat persahabatan.
Ada sebuah ilustrasi:
Dikisahkan seorang raja yang memiliki musuh. Berulangkali musuh tersebut mencoba untuk menyerang kerajaan dari sang raja tersebut. Karena itu panglima perang dan pimpinan pasukan selalu berlatih agar tentaranya selalu siap menghadapi serangan. Tetapi yang mengherankan hati mereka adalah sang raja pada suatu hari justru datang dan mengajak sang lawan makan bersama. Setibanya di kerajaan, panglima perang dan pimpinan pasukan bertanya, ‘mengapa raja mau datang dan makan bersama dengan musuh tersebut’. Jawab raja: dia justru telah berhasil mengalahkan musuh yang selama ini mengancam kerajaan. Karena tidak mengerti yang dimaksudkan mereka bertanya lagi yaitu apa maksudnya musuh telah dikalahkan oleh sang raja. Raja menjawab, “aku telah mengalahkan  musuh kita dan telah mengubahnya menjadi sahabat kita”.

Jika demikian, apakah kehidupan kita dipenuhi oleh kasih Kristus yang mampu mengubah setiap lawan menjadi para sahabat kita? Apakah kita mampu memperlakukan sahabat dengan setia? Berbahagialah jika persahabatan saudara selalu meluas dan menerobos tembok-tembok pemisah sehingga setiap orang dapat mengenal kasih Kristus yang tanpa batas. Ingatlah, Tuhan mampu melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib (Mzm 98:1). Maka kita yakin dengan kuasa Kristus dimampukan membangun komunitas yang saling mengasihi. Amin
Khotbah Minggu

1 komentar:

  1. Shalom bapak, ibu dan saudara/i yang dikasihi oleh Tuhan. Apakah ada diantara bapak, ibu maupun saudara/i yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael dan V'ahavta? Kalimat pernyataan keesaan YHWH ( Adonai/ Hashem ) dan perintah untuk mengasihiNya yang dapat kita temukan dalam Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5 yang juga pernah dikutip oleh Yeshua/ ישוע/ Yesus di dalam Injil khususnya dalam Markus 12 : 29 - 31( juga di Matius 22 : 37 - 39 dan Lukas 10 : 27 ), sementara perintah untuk mengasihi sesama manusia dapat kita temukan dalam Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18. Mari kita pelajari cara membacanya satu-persatu seperti yang akan dijabarkan di bawah ini :

    Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5, " שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהֹוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהֹוָ֥ה ׀ אֶחָֽד׃. וְאָ֣הַבְתָּ֔ אֵ֖ת יְהֹוָ֣ה אֱלֹהֶ֑יךָ בְּכׇל־לְבָבְךָ֥ וּבְכׇל־נַפְשְׁךָ֖ וּבְכׇל־מְאֹדֶֽךָ׃. "

    [ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " Shema Yisrael! YHWH [ Adonai ] Eloheinu, YHWH [ Adonai ] ekhad. V'ahavta e YHWH [ Adonai ] Eloheikha bekol levavkha uvkol nafshekha uvkol me'odekha ]

    Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18, " וְאָֽהַבְתָּ֥ לְרֵעֲךָ֖ כָּמ֑וֹךָ. "

    [ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " V'ahavta l'reakha kamokha " ]

    Untuk artinya dapat dilihat pada Alkitab LAI.

    Diucapkan juga kalimat berkat seperti ini setelah diucapkannya Shema

    " . בָּרוּךְ שֵׁם כְּבוֹד מַלְכוּתוֹ לְעוֹלָם וָעֶד. "
    ( Barukh Shem kevod malkuto, le'olam va'ed, artinya Diberkatilah Nama yang mulia, KerajaanNya untuk selamanya )
    🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜✍🏼🕯️❤️🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🕍✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🦁🦅🐂🐏🐑🐎🦌🐪🕊️🐍₪🇮🇱

    BalasHapus

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...