Rabu, 13 September 2017

UNGKAPAN SYUKUR DAN TANGGUNGJAWAB

UNGKAPAN SYUKUR DAN TANGGUNGJAWAB
Kejadian 8:14-22; Masmur 76; 2 Korintus 8:7-15; Matius 6:1-4

Pengantar 
Apa alasan utama saudara saat memberikan persembahan di dalam ibadah?
Saya yakin banyak alasan seseorang memberikan persembahan, misalkan:
  1. Merasa bahwa persembahan sebagai kewajiban. Karena dianggap wajib, maka merasa enggak enak atau kurang sreg jika tidak memberikan persembahan.
  2. Merasa malu jika enggak ikut persembahan.
  3. Menganggap jika memberikan persembahan sekian rupiah, maka Tuhan akan melimpahi berkat yang baru berlipat sehingga menjadi sekian kali rupiah.
  4. Ucapan syukur karena telah diberi, meskipun pemberian itu dirasakan kurang.
  5. Ikut serta menanggung pembiayaan bergereja
  6. Dan masih banyak lagi....

Terlepas benar atau tidak, itulah beragam alasan seseorang memberikan persembahan. Jika banyak sekali alasan seseorang memberikan persembahan dalam ibadah di Gereja, lantas, “Alasan mana yang benar?”.

Memberi karena telah di’beri’
Di dalam Alkitab, banyak sekali kisah manusia yang bersyukur karena telah diberi. Ungkapan syukur diwujudkan dengan cara memberikan sesuatu. Maka timbullah pemahaman, kita memberi karena telah diberi. Misalkan:
  1. Adam, ketika Tuhan memberikan seorang penolong yang sepadan dan kemudian dikenal dengan nama Hawa, Adam pun bersyukur dan mengakui bahwa Tuhanlah yang memberikan Hawa. Adam mengatakan, “Inilah tulang dari tulangku, dan daging dari dagingku...”
  2. Kain dan Habel memberikan persembahan dikarenakan mereka telah merasakan pemberian Tuhan dalam pekerjaannya, baik sebagai petani ataupun peternak.

Dari dua kisah ini, tampak dengan jelas ‘manusia memberi, karena sudah diberi’. Manusia merasakan dan mengakui bahwa dirinya telah diberi sesuatu oleh Tuhan, dan responnya adalah memberikan sesuatu juga kepada Tuhan sebagai wujud ungkapan syukur atau berterimakasih kepada Tuhan.
Hal ini tampak dengan jelas dalam bacaan 1. Diceritakan bahwa keluarga Nuh dan seisi bahtera, telah terhindar dari peristiwa air bah yang menggenangi bumi. Mereka berada di bahtera selama 40 hari, dan selama 40 hari pula mereka merasakan penyertaan Tuhan sehingga terhindar dari kematian karena air bah. Begitu air surut, dan tanah menjadi kering, Nuh beserta seisi bahtera keluar dari bahtera. Begitu Nuh menginjakkan kembali di tanah kering, Nuh segera membuat mezbah bagi Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran (Kej 8:20). Nuh memberikan persembahan ini sebagai wujud syukur karena telah diselamatkan oleh Tuhan dari air bah. Begitu Tuhan mencium korban bakaran Nuh, maka Tuhan berjanji tidak akan membinasakan bumi dengan air bah lagi. Apa yang dilakukan Nuh dengan mendirikan mezbah sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan, dan rupanya ungkapan syukur inipun berbuahkan berkat penyertaan Tuhan. Atau dengan bahasa yang lain, ketika Nuh mengucapkan syukur karena telah diselamatkan oleh Tuhan, ungkapan syukur Nuh juga membuahkan berkat dari Tuhan bagi Nuh dan siapapun.
Itulah Nuh, tokoh Alkitab yang menyadari akan penyertaan Tuhan dengan ungkapan syukur. Dengan ungkapan syukur ini, Nuh menyadari ‘keterbatasan manusia’, dan ‘kemahakuasaan Tuhan’. Segala apa yang ia rasakan, nikmati dan terjadi dalam hidupnya, tidak lain adalah berkat dari Tuhan. Sudah selayaknya, kita saat ini meneladani Nuh. Sudah sepantasnya, kita mensyukuri beragam berkat Tuhan dalam kehidupan ini.
Hal inilah yang berkali-kali diingatkan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Paulus mengingatkan berkali-kali janji dari jemaat Korintus. Memang saat itu, jemaat Korintus berjanji akan membantu pendanaan bagi jemaat Yerusalem. Saat itu jemaat Yerusalem sedang mengalami kesusahan dan penderitaan karena mereka ditindas oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem. Banyak dari anggota jemaat yang kehilangan pekerjaan, menganggur dan sangat membutuhkan bantuan materi. Rupanya jemaat Korintus telah berjanji akan memberikan bantuan. Namun setelah ditunggu sedemikian lama, bahkan telah hampir 1 tahun berjalan, jemaat Korintus melupakan janjinya sendiri.
Sehubungan dengan itu, rasul Paulus dalam 2 Korintus 8:10 mengingatkan bahwa jemaat Korintus telah berjanji setahun lalu, namun hingga 1 tahun ini belum juga memberikan bantuan. Padahal bantuan yang dijanjikan oleh jemaat Korintus, telah dinantikan oleh jemaat Yerusalem. Dengan bahasa yang halus, rasul Paulus tidak memaksa atau memerintah jemaat Korintus, melainkan ‘mengingatkan akan janji’ dan sekaligus keikhlasan jemaat Korintus. Menurut rasul Paulus, masalah memberi bantuan ke jemaat Yerusalem hanya masalah ikhlas mau memberi atau tidak. Sebab menurut Paulus, jemaat Korintus telah begitu dilimpahi oleh Tuhan dengan berkatNya. Memang jemaat Korintus termasuk jemaat yang kaya dalam sumber dana, sumber daya dan dalam beragam pelayanan. Namun ketika akan memberi, jemaat Korintus menghadapi masalah ‘ke-ikhlasan’, ‘kerelaan’ dan ‘ketidakrelaan untuk memberi’. Sehingga ada pertentangan batin, ‘telah berjanji mau membantu, namun kok tidak rela memberikan bantuan’.
Sebagai rasul, rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus bahwa:
  1. Masalah memberi, bagi jemaat Korintus bukan masalah ‘ada atau tidak’, tetapi masalah ‘kemauan memberi atau tidak’, dan ‘rela atau tidak’.
  2. Masalah berjanji, jemaat Korintus telah berjanji akan membantu jemaat Yerusalem. Jemaat Yerusalem begitu menanti bantuan dari jemaat Korintus, namun sampai 1 tahun lebih belum diberikan. Bagi Paulus, janji harus digenapi, apalagi janji akan memberikan bantuan bagi jemaat yang membutuhkan. Jelas apa yang dijanjikan, telah dinantikan oleh jemaat Yerusalem.
  3. Masalah kekayaan, jemaat Korintus memang termasuk jemaat terpandang dalam masalah dana dan sumber daya. Sehingga bantuan yang diberikan kepada jemaat Yerusalem tentu tidak akan menjadi beban bagi jemaat Korintus. Sebab Konrtus telah diberkati Tuhan dengan sumber dana yang berlebihan.

Mengapa jemaat Korintus harus segera memberikan bantuan dana? Selain karena telah berjanji, jemaat Korintus disadarkan oleh Paulus bahwa mereka telah menerima keselamatan lewat jemaat Yerusalem. Lewat jemaat Yerusalem lah, Korintus mengenal Kristus sehingga pemberian jemaat Korintus sebagai wujud:
  1. Ungkapan syukur atas karya pekabaran Injil yang dilakukan oleh jemaat Yerusalem.
  2. Kepedulian jemaat Korintus terhadap jemaat Yerusalem.
  3. Meringankan beban bagi jemaat Yerusalem.
  4. Wujud kebersamaan dan saling menopang.
  5. Wujud janji iman yang telah diikrarkan oleh jemaat Korintus.

Memberi, dengan rela
Memang tidak mudah rasul Paulus menyadarkan jemaat Korintus, sehingga rasul Paulus harus memberikan contoh dari sebuah jemaat yang telah membantu jemaat Yerusalem. Teladan dari sebuah jemaat, diambilkan dari jemaat Makedonia. Saat itu jemaat Makedonia tergolong jemaat yang miskin, dan membutuhkan bantuan dana. Namun karena tergerak oleh ‘kebersamaan’, dan juga kepedulian, ternyata jemaat Makedonia memberikan ‘bantuan’ dari kekurangannya. Sebenarnya, bantuan yang diberikan itu sangat dibutuhkan oleh jemaat Makedonia, namun karena kasih, kepedulian dan tanggungjawabnya, jemaat Makedia membantu jemaat Yerusalem.
Rasul Paulus melihat bahwa jemaat Korintus terbentur pada masalah kerelaan. Ketidakrelaan kehilangan benda, material atau dana, membuat jemaat Korintus merasa miskin. Padahal dari sudut kuantitas dan kualitas, jemaat Korintus jauh diatas jemaat Makedonia, namun karena ‘tidak memiliki kemurahan, tidak rela’, jemaat Korintus merasa miskin dan enggan memenuhi janjinya kepada jemaat Yerusalem.
Memang saat seseorang memberikan persembahan, dan ia melihat begitu banyak kebutuhan yang harus ia penuhi, tentu ia sulit dengan rela untuk memberi. Hal ini sesuai dengan sabda Tuhan Yesus dalam Matius 6:3, ketika seseorang memberikan sesuatu dengan tangan kanan, janganlah diketahui oleh tangan kirinya. Ayat ini mau menyatakan:
  1. Ketika memberi ya harus dengan rasa rela dan tulus. Jangan sekali-kali merasa ‘tidak rela, keberatan memberi, owel’.
  2. Ketika memberi ya hanya berpikir memberi. Jangan sekali-kali merasa ‘berkat Tuhan belum cukup mencukupi kebutuhannya’. Jika tolok ukurnya cukup, ada pertanyaan, “kapan kita merasa cukup”? Dalam psikologi, manusia tidak akan pernah merasa cukup, sebab manusia selalu merasa diri kurang apapun.
  3. Ketika memberi ya menyadari bahwa kita telah diberi. Jangan sekali-kali berpikir, aku memberi supaya diberi yang lebih. Jika kita berpikir ‘aku memberi, supaya diberi lebih”, ini sama halnya pola pikir berhala. Di mana penyembah berhala, memberikan korban agar ia mendapatkan berkali lipat dari korbannya. Namun berpikirlah, karena Tuhan telah memberikan kita beragam berkat, maka sekarang kita kembali memberi kepada sesama atau karya bagi Tuhan.
  4. Ketika memberi, ya harus melepaskan diri kebanggaan diri. Jangan sekali-kali berpikir, aku memberi supaya namaku dicatat bahwa aku telah memberi. Janganlah sekali-kali, kita minta diabadikan ketika kita telah memberi. Jika ini terjadi sama halnya kita dengan ayat 2, seperti orang munafik, yang mencari pujian karena telah memberikan sesuatu kepada Tuhan.

Panggilan
Memang kita harus memberi, karena telah diberi. Apalagi kita harus memberi, ketika kita berjanji untuk memberi. Ingatlah perkataan Mazmur 76:12, “....bayarlah nazarmu itu kepada Tuhan, Allahmu!”. Ini penting bukan saja karena kita bersyukur, peduli, ikut berpartisipasi, melainkan juga kesadaran bahwa apa yang telah kita terima haruslah kita sisihkan bagi Tuhan.
Persembahan yang kita berikan kepada Tuhan lewat Gereja, bukan masalah ‘ada atau tidak, besar atau kecil’, namun masalah ‘mau atau tidak, rela atau tidak, tulus atau tidak, sadar atau tidak’. Ingatlah, kita harus memberi karena kita sudah diberi. Kita sudah diberi keselamatan dari Tuhan, dan keselamatan kita telah dipelihara oleh Tuhan lewat Gereja, maka sudah sepantasnya jika kita memberi. Ketika seseorang memberi, ia tentu tidak akan ‘merasa kurang’ sebab hatinya telah dipenuhi dengan ungkapan syukur. Amin.
Khotbah Minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...