Sabtu, 16 September 2017

MENINGKATKAN SPIRITUALITAS UNTUK MENYAMBUT KEDATANGAN-NYA

Zefanya 1:7, 12-18; Mazmur 90:1-12; 1 Tesalonika 1:1-10; Matius 25:14-30

Pengantar
Saat ini dikenal dengan era postmodern, dan coba kita lihat kehidupan pada saat ini, apa yang terjadi?
  1. Kehidupan saat ini dikuasai oleh gaya hidup modern, yaitu gaya hidup yang menciptakan persaingan hebat dalam mengejar kesuksesan, trend, materi, harta, status sosial dsb. Akibatnya membuat manusia produktif menjadi manusia konsumtif, dan juga manusia memakan segala sesuatu, termasuk antar manusia.
  2. Ajaran yang berkembang saat ini adalah relativisme, artinya: tidak ada kebenaran yang mutlak sebab segala sesuatu adalah relatif. Akibatnya, kebenaran bukan didasarkan pada nilai agama melainkan pada selera pribadi.
Lantas, bagaimana kehidupan kita seharusnya?

Keberadaan Rohani
Zefanya dikenal sebagai tokoh penyulut reformasi pada masa raja Yosia (640 sM-609 sM). Ia bernubuat sekitar tahun 630 sM, sebelum reformasi rohani yang dilakukan oleh raja Yosia dengan merobohkan mezbah Baal, menghancurkan pedupaan asing, menghancurkan tiang berhala dan patung pahatan dan patung tuangan. Reformasi Yosia diadakan bertahap dan mencapai puncaknya pada tahun 622 sM.
Zefanya bernubuat tentang datangnya hari Tuhan yang hebat dan pahit (1:14), yang akan menghukum semua mahkluk (1:2-3). Jika Obaja, Yoel, Amos dan Yesaya hanya mewartakan penghukuman bagi manusia, namun Zefanya mewartakan penghukuman universal, atau semua mahkluk di muka bumi akan dihukum saat dari Tuhan. Allah yang berdaulat bukan hanya menghakimi umatNya, tetapi juga seluruh dunia. Tak ada seorangpun atau mahkluk yang dapat lolos dari penghukuman Tuhan.
Pada hari Tuhan itu (ayat 7), Tuhan akan mengadakan perjamuan korban. Para prajurit yang akan menlaksanakan maksud Tuhan itu adalah tamu undangan yang dikuduskan untuk korban atau perang. Perang terhadap dosa dan kejahatan orang Yehuda. Tuhan akan menghukum “…orang-orang yang telah mengental seperti anggur di atas endapannya” (ayat 12). Orang-orang ini ibarat anggur yang membusuk diatas endapannya. Artinya, orang yang puas dengan dirinya sendiri, dan tidak menyadari bahwa mereka ‘mengental’, atau kehidupan mereka cemar. Tetapi Tuhan tidak berbuat baik dan berbuat jahat, artinya saat itu Tuhan tidak berbuat apa-apa terhadap dosa dab kejahatan mereka.
Tetapi, pada hari Tuhan nanti (ayat 12-18), Tuhan mengintai dan menggeledah Yerusalem, supaya semua dosa yang tersembunyi dapat menjadi nyata. Itulah sebabnya, tidak ada orang berdosa yang mampu meluputkan diri dari hukuman Tuhan. Dan, karena kesengsaraan yang begitu hebat, pahkawan-pahlawan terkuat pun berteriak meminta pertolongan (ayat 14).
Dari bacaan ini nampak sekali, upaya Tuhan mereformasi kehidupan pada hari Tuhan. Tuhan akan menghukum siapapun yang salah, dan tidak akan ada orang yang mampu tahan pada hari Tuhan. Itulah sebabnya, manusia harus minta tolong kepada Tuhan. Hal inilah yang mau juga dikatakan oleh Mazmur 90. Mazmur ini merupakan pengakuan iman bahwa Tuhanlah Penolong setia Israel, Dialah Allah kekal yang menciptakan langit dan bumi (ayat 1-2). Dengan pengakuan bahwa Tuhan akan menolong, pada ayat 3-6 pemazmur membicarakan persoalannya. Pemazmur tidak membicarakan penciptaan manusia, tapi kematiannya. Hal ini untuk menyatakan kepapaan manusia, yaitu bahwa awal dan akhir hidup manusia ditentukan oleh Tuhan. Perbedaan kepapaan manusia dan keagungan Tuhan itu menjadi lebih jelas dengan melihat perhitungan waktu (ayat 4). Manusia dibatasi oleh waktu (sekalipun ‘seribu tahun’), namun Tuhan berada diluar waktu, mengatasi waktu dan bahkan memberikan atau menbatasi waktu kepada manusia. Tuhan menghanyutkan manusia dalam tidur untuk memberikan kesegaran dan kekuatan baru. Tetapi ‘tidur’ bagi manusia menjadi tanda keterbatasan manusia, yaitu ‘menjadi seperti rumput yang binasa’. Karena itu, manusia fana dan singkat umurnya. Tetapi, waktunya yang papa itu tetap ada dalam tangan Tuhan.
Hidup manusia bukan hanya terbatas, tetapi juga terancam hukuman akibat dosanya (ayat 7-11). Karena itu, hidup manusia hanyalah suatu keluhan yang panjang (ayat 9). Umur manusia paling panjang hanya 80 tahun. Namun, manusia yang mencapai umur lebih panjang lagi sebenarnya tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, karena yang dialaminya hanya kesukaran dan penderitaan (ayat 10c). Apa yang dikatakan oleh pemazmur ini adalah yang paling suram tentang kehidupan manusia dalam Alkitab. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah bahwa manusia tetap saja hidup tanpa kesadaran akan ancaman dari hukuman Tuhan (ayat 11). Manusia hidup tanpa menyadari bahwa Tuhan sungguh serius terhadap dosa-dosanya.
Apa yang dikatakan oleh pemazmur ini begitu nampak gaya hidup saat ini. Dalam era post-modern saat ini, manusia ‘tidak lagi peduli’ terhadap ancaman Tuhan, sebab manusia telah terjebak dalam ‘segala sesuatu relatif’. Memang saat ini manusia membutuhkan pertolongan, namun pertolongan itu hanya dipahami sebatas motivasi untuk mencapai keberhasilan. Keberhasilan hanya diukur dengan banyak-tidaknya materi, dan bukan keselamatan. Inilah roh yang menguasai jaman post-modern. Tentu berakibat, manusia tidak peduli lagi terhadap hari Tuhan, terhadap ancaman Tuhan terhadap dosa-dosa setiap manusia.

Pertobatan Nyata
Manusia memang sudah tidak peduli lagi terhadap ancaman Tuhan. Itulah sebabnya kita harus mau belajar dari jemaat Tesalonika, yang selalu saja diingatkan oleh rasul Paulus. Paulus dengan rasa kasihnya mengingatkan agar jemaat Tesalonika menampakkan sifat Kristen sejati, yaitu: iman, kasih dan pengharapan. Ketika Paulus meminta agar ‘pekerjaan imanmu’ (ayat 3) menunjukkan bahwa iman mereka yang sangat aktif. Begitu juga ‘usaha kasih’ tampak dari sikap saling mengasihi di antara mereka yang sangat nyata (3:12, 4:9). Begitu juga masalah ‘ketekunan pengharapan’ terlihat melalui ketaatan untuk bertahan dalam menantikan kedatanganNya kembali.
Semua ini telah dimiliki oleh jemaat Tesalonika. Memang jemaat Tesalonika telah lama memiliki iman, kasih dan pengharapan. Namun jangan sampai ketiganya berkurang manakala mereka sedang menderita. Malah sebaliknya: iman, kasih dan pengharapan menjadi kekuatan atau senjata dalam penderitaan mereka. Sebab menurut rasul Paulus, setiap orang Kristen harus senantiasa bersukacita dalam situasi apapun. Sebab ‘sukacita itu dikerjakan oleh Roh Kudus’ (ayat 6).  Sikap berani dan penuh iman yang mereka miliki ini membawa akibat yang lebih jauh lagi: mereka menjadi teladan untuk semua orang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya, atau seluruh negeri Yunani.
Di sinilah dalam menghadapi beragam tantangan, termasuk tantangan jaman dan menantikan hari Tuhan, sangat dibutuhkan sikap hidup yang kembali pada: iman, kasih dan pengharapan. Iman pada karya Yesus yang telah membebaskan manusia dari dosa. Kasih sebagai wujud ungkapan syukur sebagai orang yang telah menerima penebusan. Dan penuh pengharapan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita yang telah menginani Tuhan. Itulah sebabnya, dalam menantikan hari Tuhan kita harus mau aktif mengembangkan segala berkat pemberian Tuhan. Hal ini nampak sekali dalam perumpamaan talenta, yang terkait erat dengan hari Tuhan.
Dalam kisah Matius 25:14-30 yang meminta agar ‘manusia mengabdi secara aktif’, diceritakan bahwa sang Tuan atau Yesus ‘mempercayakan’ kepada para hambanya talenta. Karena itu mereka wajib memeliharanya dengan baik. Masing-masing hamba mendapat talenta 5, 2 dan 1 talenta. 1 talenta nilainya sama dengan 5000 dinar, atau 5000 hari upah kerja seorang pekerja kasar. (misal: pekerja kasar di Magelang, 1 hari = Rp. 30.000, maka 1 talenta= 5000x Rp. 30.000, atau Rp. 150 juta). Dengan demikian, 5, 2 dan 1 talenta suatu jumlah yang tidak sedikit. Kemudia hamba yang menerima 5 dan 2 talenta menjalankan uang. Menjalankan uang searti dengan berbisnis untuk mendapatkan laba dari modal yang dipercayakan oleh Tuan.
Namun dalam ayat 18, dengan kata ‘tetapi’ mau mengontraskan antara perbuatan hamba ketiga dengan dua temannya yang lain. Dalam tradisi Yahudi, guru-guru Yahudi biasa berkata bahwa ‘siapa saja yang langsung memendam uang yang dipercayakan kepadanya, tidak dapat diandalkan lagi, sebab ia mengambil langkah yang aman demi mempertahankan uangnya’. Itulah sebabnya, ketika sang Tuan datang, sikap hamba yang pertama dan kedua yang menerima 5 dan 2 talenta mempertanggungjawabkan uang. Keduanya menunjukkan ketaatan yang penuh atau ketaatan yang memberikan kebahagiaan bagi sang Tuan, “... masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”. Di sini sang Tuan tidak memberikan ganjaran hamba-hamba yang baik dan setia itu berupa hadiah, tetapi kepercayaan, yaitu kepercayaan untuk mengelola perkara yang lebih besar lagi.
Namun sebaliknya hamba ketiga yang menerima 1 talenta atau Rp. 150 juta justru menunjukkan sikap tidak taat dan hormat, dengan menyebut sang Tuan sebagai manusia yang kejam. Di sini ia menganggap 1 talenta tidak mempunyai nilai yang berarti untuk dikembangkan, selain disembunyikan ke dalam tanah. Akibatnya sang Tuan memerintahkan untuk mengambil talenta tersebut dan memberikannya kepada hamba yang telah mengembangkan talenta tsb. Akhirnya, hamba ketiga harus menerima hukumannya.
Di sinilah yang dikehendaki Tuhan, bukan masalah ‘target atau hasil’, melainkan ‘kemauan untuk mengembangkan’, atau ‘aktif mengembangkan’ apa yang Tuhan berikan kepada kita. Dengan begitu, ketika kita menghadapi hari Tuhan yang semakin mendekat, Tuhan menghendaki agar kita ‘semakin aktif dalam iman’, atau spiritualitas kerohanian kita semakin bertambah dan mendekat dengan Tuhan.

Panggilan
Hari Tuhan semakin dekat, seiring dengan ‘semakin maraknya penderitaan atau kesulitan’ dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya dalam menantikan hari Tuhan, kita harus siap juang dalam menghadapi tantangan iman. Kita harus terus mau membangun atau meningkatkan talenta agar berbuah. Spiritualitas inilah yang juga ditunjukkan oleh Paulus, dalam penderitaan penyakit dan hidupnya yang teraniaya, Paulus kian menunjukkan iman dan keyakinanya kepada Yesus. Sehinga Paulus dipakai Tuhan untuk lebih hebat lagi dalam karya Tuhan di dunia ini.
Tetapi, sebaliknya jika kita ‘menyembunyikan talenta’, seperti hamba ketiga, atau kita ‘mematikan spiritualitas’ atau kerohanian kita, tentu hanya akan membuat sang Tuan marah dan menghukum kita. Itulah sebanya, semakin hari kita harus semakin percaya. Atau semakin hari kita harus semakin berbuah. Sebab hanya dengan inilah, kita akan ‘dipercaya oleh Tuhan untuk melakukan karya yang lebih besar”. Amin
Khotbah Minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...