Minggu, 17 September 2017

SABAR DAN BERPENGHARAPAN DALAM MENJALANI KEHIDUPAN

Yesaya 44:6-8; Mazmur 86:11-17; Roma 8:12-25; Matius 13:24-30, 36-43 

Pengantar 
Ada pepatah, ’sapa sabar bakal subur’, atau ’sabar iku gedhe wekasaning’. Dalam pepatah ini mau mengatakan bahwa ’sabar atau kesabaran memiliki daya positif’. Memang sabar adalah sikap tenang, tidak bernafsu, dan tekun dalam menghadapi segala macam situasi. Kesabaran juga merupakan sikap untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan. Kesabaran akan teruji oleh situasi di sekitarnya.
Misalnya, kesabaran umat Israel saat di Babel diuji oleh adanya allah-allah lain di sekitar mereka. Allah-allah lain itu memberikan tawaran-tawaran yang tampaknya hebat, tetapi sebenarnya kosong. Demikian juga kesabaran Daud diuji dengan berbagai masalah di dalam kehidupannya. Bahkan kesabaran murid-murid Yesus dalam kehidupan sehari-hari diuji dengan panggilan untuk hidup toleran, adil, taat, penuh pengampunan dan tekun, di tengah dunia yang penuh dengan ketidakadilan, dan kejahatan.

Kesabaran dalam kehidupan
Sebagai seorang Raja, Tuhan tidak pernah menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wennang. Hal ini nampak dalam bacaan Yesaya. Dalam Yesaya 44:6-8 yang merupakan bagian dari Yesaya 44:6-33, Allah menyatakan kesia-siaan berhala. Di sinilah Allah menyatakan janji keselamatan pada Israel, bahwa Allah mengampuni dosa Israel dan menyatakan pemulihan-Nya. Untuk membandingkan diri-Nya dengan allah-allah lain, TUHAN menyebutkan diri-Nya dengan: Raja, Penebus Israel, TUHAN semesta alam. Sebutan Raja menunjukkan bahwa kepemimpinan-Nya adalah kepemimpinan yang tertinggi di sepanjang sejarah. Sebutan Penebus Israel menunjukkan bahwa Ia adalah TUHAN yang membela seluruh kehidupan umat-Nya, dan sebutan TUHAN semesta alam menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang berkuasa atas alam semesta. Ia yang mencipta, Ia juga yang berkuasa atasnya. Untuk menegaskan bahwa TUHAN tidak ada bandingnya dibanding dengan allah-allah lain, Ia menegaskan bahwa TUHAN adalah yang terdahulu dan terkemudian (ayat 6). Penegasan TUHAN semakin tampak manakala Ia mengatakan, ”Siapakah yang seperti Aku? ....biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!” (ayat 7). Sedangkan allah-alllah lain adalah kosong, yang artinya mereka bukan penguasa sejarah. Untuk itulah, Tuhan mengingatkan agar Israel tidak gentar pada allah-allah Babel (ayat 8), sekalipun mereka tampah gagah, tetapi mereka kosong dan tidak berdaya.
Setelah menyakinkan umatNya, Tuhan memanggil Israel menjadi saksiNya, yaitu untuk memberitakan bahwa Tuhan adalah Gunung Batu Keselamatan yang tidak ada tandingannya. Gambaran tentang Allah sebagai Gunung Batu (Ibrani, Sur) diartikan sebagai tempat berlindung, tempat berpijak, lambang keselamatan, penebus dosa dan lenih unggul dari segala allah yang ada. Di sinilah, dalam Yesaya 44:6-8, kita diingatkan bahwa Tuhan telah memilih kita, memanggil kita menuju keselamatan, dan memanggil kita untuk beriman kepada Tuhan dan bersaksi tentang Tuhan sebagai tempat perlindungan, dan sumber keselamatan.

Kasih dalam kesabaran
Mengapa Allah menyatakan dan memperlihatkan diri-Nya seperti ini? Ini dikarenakan Allah demikian kasihNya melihat keberadaan umat Israel di Babel. Di Babel, Israel menghadapi berbagai tantangan iman, kekerasan fisik bahkan penindasan atau dipermalukan sebagai umat pilihan Tuhan. Untuk itulah, umat Israel diminta untuk tetap hidup dalam kesabaran. Dalam bahasa pemazmur, Mazmur 86 menyatakan bahwa bersabar diartikan ’meminta pertolongan Tuhan agar Tuhan menunjukkan jalan’ (ayat 11), adanya perlindungan dari Tuhan (ayat 14), diberikan kekuatan (ayat 16) dan para musuhnya dipermalukan karena ia ditolong oleh Tuhan (ayat 17). Itulah buah dari suatu kesabaran.
Namun ditengah penindasan dan situasi yang tidak menyenangkan ini, dengan kasihNya, Tuhan meminta agar Israel bertekun dan bersabar terhadap kejahatan. Bertekun dan bersabar bukan berarti diam atau tidak bertindak terhadap kejahatan, melainkan tetap tenang ’melawan kejahatan’. Bersabar berarti tidak terprovokasi membalas kejahatan dengan kejahatan.
Hal ini dilukiskan oleh Tuhan Yesus dengan perumpamaan tentang pohon ilalang dan pohon gandum yang tumbuh bersama di sebuah lahan. Tukang kebun mengusulkan kepada pemilik lahan untuk mencabuti ilalang yang menghimpit gandum yang sedang bertumbuh, namun dilarang oleh pemilik lahan. Sebabnya, ketika ilalang dicabuti, bisa jadi gandum ikut tercabut (Matius 13:29). Memang ilalang adalah hama bagi tanaman gandum. Celakanya, bentuk pohon ilalang dan pohon gandum hampir sama. Pada awal pertumbuhannya, ilalang dan gandum sangat sulit dibedakan. Ilalang dan gandum baru dapat dibedakan saat keduanya berbulir. Tetapi, pada saat yang sama akar-akar ilalang dan gandum sudah saling berkaitan, sehingga ilalang itu tidak dapat dicabut. Bila ilalang dicabut, pohon gandum pun akan ikut tercabut pula. Karena kemiripannya, orang Yahudi menyebut ilalang dengan sebutan pohon gandum haram. Gandum dan ilalang memang tidak dapat dipisahkan saat keduanya sedang bertumbuh. Tetapi, pada panen akhir keduanya harus dipisahkan, karena biji ilalang tidak berguna sedangkan biji gandum dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari.
Dengan perumpamaan ini, Tuhan Yesus ingin menyampaikan bahwa bila Ia menaburkan benih yang baik, si jahat menaburkan benih semacam ’ilalang’, yang sukar dibedakan dengan biji baik yang ditaburkan-Nya. Perumpamaan ini mau menyoroti sikap yang benar tentang penerimaan yang bermacam-macam terhadap Yesus. Panenan (ayat 30) adalah lambang yang biasa dalam Perjanjian Lama dan orang Yahudi untuk penghakiman terakhir. Dengan begitu, perumpamaan ini merupakan nasehat untuk bertahan dan tetap bersabar hingga Allah sendiri yang memutuskan mana yang dipilih-Nya pada akhir jaman. Sehingga pada ayat 28-29, para murid diminta untuk memaksakan kehendak untuk melenyapkan mereka yang memusuhi Yesus, sebab yang berhak menyingkirkan para musuh Yesus adalah Tuhan sendiri.
Hal ini nampak sekali dalam ayat 36-43, ketika para murid datang bertanya tentang makna perumpamaan ilalang. Menurut Yesus, orang yang menaburkan benih gandum adalah Yesus sendiri. Yesus menaburkan benih gandum di ladang atau dunia ini. Benih yang baik adalah mereka yang percaya kepada-Nya, sedangkan ilalang adalah si jahat. Musuh yang menaburkan benih ilalang adalah Iblis, dan mereka akan diadili pada waktu penuaian, yaitu pada akhir jaman dimana para penuai atau malaikat akan datang menuai. Ilalang akan dikumpulkan dan dibakar sebab tidak berguna, sedangkan gandum atau orang percaya akan bercahaya seperti matahari di Kerajaan Sorga. Memang pada bagian ini seakan bertolak belakang dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 24-30 tentang kesabaran umat Allah saat pemilahan yang dilakukan Allah. Perbedaan ini haruslah dimaknai bahwa yang berhak menghakimi adalah Allah sendiri. Hanya Allah yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, serta melihat keseluruhan hidup manusia.
Dengan perumpamaan ini, Tuhan Yesus mengajar kita untuk bersabar terhadap kejahatan yang ada dalam dunia ini. Lantas, sejauh mana kesabaran itu? Kesabaran tidak dibatasi oleh ambisi dan nafsu mempersalahkan pihak lain, menghakimi dan membalas kejahatan dengan kejahatan.

Panggilan
Hidup dengan sabar memang bukan hal yang mudah. Untuk mewujudkannya kita harus bertekun dalam doa dan pengharapan pada Tuhan. Dengan pengharapan akan membuat kita yakin bahwa pada akhirnya Tuhan akan mengalahkan kejahatan dan menggantikannya dengan kehadiran Kerajaan Allah. Kerajaan yang penuh dengan damai sejahtera, sebab Allah sendiri yang menjadi penguasa secara utuh dan menyeluruh.
Bila nanti Tuhan sendiri yang akan melawan kejahatan, bagaimana dengan kehidupan kita saat ini? Sebagai ’anak-anak Allah’, menurut rasul Paulus dalam Roma 8, kita adalah ’ahli waris Allah’ (ayat 15), dan harus hidup memuliakan Allah (ayat 18). Meskipun hidup kita terkadang menjumpai penganiayaan dan penderitaan, kita harus tetap yakin dan berpengharapan bahwa kelak kita akan menuai kemuliaan. Itulah sebabnya dalam ayat 24-25, rasul Paulus mengajak kepada kita sebagai anak-anak Allah untuk menantikan penggenapan pengharapan ini dengan bertahan dan bersabar. Maka ’sabarlah dalam segala hal, dan tetaplah memiliki pengharapan pada Tuhan’ harus kita wujudkan. Memang tidak mudah, namun layak dicoba. Amin
Khotbah Minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...