Rabu, 13 September 2017

UNDANGAN KASIH ALLAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Keluaran 20:1-17; Mazmur 19:1-15; 1 Korintus 1:18-25; Yohanes 2:13-22

Pengantar
Coba saudara bayangkan, ketika tempat ibadah ini (baca: gereja) dipenuhi dengan lapak-lapak para pedagang. Mereka tak hanya menjual souvenir, tetapi keperluan ibadah dengan harga yang keterlaluan tinggi. Misalkan: Alkitab, Nyanyian atau lilin dijual dengan harga mahal sekali. Padahal kita butuh benda tersebut saat ibadah. Tentu kita akan mengeluh!
Demikian juga para pengunjung di Bait Allah, lebih dari mengeluh. Sebab saat itu, pintu atau pelataran Bait Allah dipenuhi dengan para pedagang yang menjual harga hewan korban dengan sangat mahal. Bahkan ketika jemaat mau persembahan dengan uang dirham (mata uang asli Israel yang hanya boleh untuk persembahan) dan mereka harus menukarkan uang ke dirham, banyak pedagang yang memberi harga demikian mahal. Tentu jemaat kian mengeluh!!
Memang kisah Yesus membersihkan Bait Allah disaksikan oleh keempat Injil. Kalau kita mengikuti lingkaran bacaan leksionari, bacaan kita kali ini seharusnya bukanlah Injil Yohanes (Yoh. 2:13-22), tetapi yang benar seharusnya dari Injil Markus (Mark. 11:15-19). Tetapi, kenyataannya “The Revised Common Lectionary (RCL)” menetapkan Injil Yohanes pada Minggu Pra-Paska III pada tahun B ini tentu memiliki maksud yang khusus.
Kisah Kristus membersihkan Bait Allah memang sebagai peristiwa penting, dan ternyata keempat Injil memiliki pesan teologis yang berbeda. Sehingga pesan Injil Markus tentang peristiwa Yesus membersihkan Bait Allah tentu sangat berbeda dengan pesan Injil Yohanes. Khususnya berbeda dalam hal  perkataan Tuhan Yesus setelah Dia membersihkan Bait Allah.
  • Di Injil Markus, setelah Tuhan Yesus mengusir semua pedagang yang berjualan di Bait Allah, Dia berkata, "Bukankah ada tertulis:  Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" (Mark. 11:17). Dalam konteks itu Injil Markus sangat menekankan pemahaman Tuhan Yesus terhadap Bait Allah sebagai rumah doa bagi segala bangsa. Bait Allah dipahami sebagai suatu tempat yang telah dikuduskan dan menjadi simbol dari kehadiran Allah di tengah-tengah umatNya, sehingga Bait Allah selalu terbuka bagi setiap orang percaya untuk menghadap hadirat Allah dan berdoa bagiNya.  Namun kini ketika Tuhan Yesus masuk ke bait Allah, Dia menjumpai suatu kenyataan yang sebaliknya. Bait Allah tidak dijadikan sebagai rumah doa, tetapi telah dijadikan tempat untuk perdagangan yang penuh dengan kecurangan dan  penipuan. Umat yang ingin memberi persembahan korban kepada Allah harus menukar atau mengganti dengan hewan korban yang dijual di Bait Allah dengan harga yang sangat mahal. Demikian pula umat yang mau mempersembahkan uang harus mengganti mata uang Romawi atau negara asal  mereka dengan mata uang Israel (dirham) yang nilai kursnya ditinggikan sehingga sangat memberatkan bagi para peziarah yang miskin. Para pedagang yang berjualan di pelataran Bait Allah telah menjadikan Bait Allah sebagai tempat sarang pengumpul kekayaan, sebab mereka tidak segan untuk “merampok” kekayaan orang-orang miskin yang mau datang berdoa dan beribadah kepada Allah
  • Di dalam injil Yohanes, setelah Tuhan Yesus membersihkan Bait Allah menyatakan: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan" (Yoh. 2:16). Sekilas tidak ada perbedaan, sebab keduanya (injil Markus dan Yohanes), Tuhan Yesus yang begitu menjunjung tinggi status dan fungsi bait Allah sebagai rumah BapaNya sekaligus menjadi tempat rumah doa bagi segala bangsa.  Bahkan Injil Yohanes menambahkan penafsiran para murid Tuhan Yesus yang menyaksikan peristiwa tersebut, yaitu, "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku" (Yoh. 2:17). Namun perkataan Tuhan Yesus di Injil Yohanes yang menegaskan “Cinta untuk rumahMu menghanguskan Aku” (Yoh. 2:17) perlu dipahami secara utuh dengan ayat-ayat lainnya, khususnya dengan perkataan Tuhan Yesus yang juga berkata: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali" (Yoh. 2:19)

Rombaklah Bait Allah ini
Saat orang-orang Yahudi mendengar perkataan Yesus agar mereka merombak Bait Allah, mereka segera mengingatkan bahwa bangunan Bait Allah harus didirikan selama hampir 40 tahun lamanya. Jadi bagaimana mungkin Yesus dapat membangun kembali Bait Allah tersebut hanya dalam waktu 3 hari saja? Makna perkataan Yesus tersebut tetap tinggal rahasia dan menjadi sesuatu yang membingungkan bagi para murid, sekaligus juga menjadi sesuatu  yang menyakitkan hati bagi banyak pemuka agama Yahudi. Sebab bagi mereka Bait Allah adalah sesuatu yang kudus di mana Allah hadir di tengah-tengah umatNya. Tetapi kini ternyata Yesus berani menyatakan kepada orang banyak untuk merombak atau menghancurkan Bait Allah tersebut.  Tampaknya kata-kata Yesus tersebut begitu berbekas di hati orang-orang yang membenciNya. Sehingga saat Dia diadili, pernyataan Yesus tersebut dipakai 2 orang saksi untuk menjatuhkanNya (Mat. 26:60-62).
Maksud perkataan Yesus tersebut kelak menjadi tersingkap maknanya setelah Dia wafat dan bangkit dari kematian. Itu sebabnya Yoh. 2:21-22 menyatakan, “Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus”.  Injil Yohanes menyaksikan bahwa Yesus sesungguhnya adalah sang Firman Allah yang menjadi manusia (Yoh. 1:14). Kini dalam diri Yesus Kristus, Allah melalui FirmanNya telah hadir secara riel sebagai seorang manusia di tengah-tengah umatNya. Khususnya ketika Kristus disalibkan dan wafat, maka pada saat itulah Allah menyatakan kuasa dan kemuliaan Kristus dengan cara membangkitkan Dia dari antara orang mati.
Jadi makna penyucian Bait Allah yang dilakukan oleh Yesus menurut Injil Yohanes adalah berkaitan dengan karya keselamatan Allah dalam kematian dan kebangkitanNya. Penyucian Bait Allah sebagai lambang karya pengudusan dan keselamatan Allah kepada umatNya dinyatakan Allah melalui peristiwa salib, yaitu melalui kematianNya di bukit Golgota. Itu sebabnya subyek atau pelaku utama yang membersihkan Bait Allah adalah Yesus sendiri. Walaupun untuk itu Yesus harus menerima risiko yaitu tubuhNya dihancurkan dalam kematian.  Dengan tubuhNya yang telah dihancurkan oleh kuasa kegelapan, Allah dapat memulihkan seluruh keberdosaan manusia. Yang mana pemulihan Allah tersebut secara final telah diteguhkan dengan peristiwa kebangkitan Kristus. Iman para murid dan gereja perdana makin diteguhkan setelah kebangkitan Kristus, yaitu “Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus” (Yoh. 2:22). Dengan demikian iman kepada Kristus menjadi syarat utama untuk menerima keselamatan Allah.  Itu sebabnya pula salib Kristus diimani sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan.

Salib Kristus: Kekuatan Allah Yang Menyelamatkan
Setelah Yesus membersihkan Bait Allah dari para pedagang dan penukar uang yang berjualan di pelataran Bait Allah, maka orang-orang Yahudi mengajukan suatu tantangan dengan pertanyaan, “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?"  (Yoh. 2:18). Mereka meminta kepada Yesus suatu tanda sebagai bukti otoritasNya bahwa Dia berhak menyatakan bahwa Bait Allah adalah rumah BapaNya dan otoritasNya untuk mengusir semua pedagang yang berjualan di sana. Pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Yahudi ini sesungguhnya suatu tantangan yang sangat mendasar sebab menyangkut hak, otoritas atau wewenang dari Yesus. Tentunya yang mereka minta kepada Yesus adalah agar Dia menunjukkan tanda kekuasaanNya sebagai Anak Allah. Sehingga yang dimaksud dengan “tanda” oleh orang-orang Yahudi dalam konteks ini adalah perbuatan-perbuatan ajaib seperti mukjizat. Mereka meminta agar Yesus mampu membuktikan diriNya dengan tanda-tanda ajaib sehingga mereka dapat percaya kepadaNya.
Pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Yahudi ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh rasul Paulus, yaitu: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat” (I Kor. 1:22). Jadi umumnya orang-orang Yahudi memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk memperoleh tanda-tanda yang sifatnya ilahi agar mereka percaya, dan sebaliknya orang-orang Yunani lebih menyukai filosofi. Padahal orang-orang Yahudi sebelumnya telah melihat karya-karya mukjizat yang telah dilakukan oleh Yesus seperti: menyembuhkan orang sakit, memberi makan 5000 orang, atau mengubah air menjadi anggur. Tetapi tampaknya mereka menginginkan suatu karya mukjizat yang lebih besar  dari apa yang pernah dilakukan oleh Yesus. Pada satu sisi mereka ingin terus melihat karya-karya  mukjizat Kristus yang lebih besar, tetapi pada sisi yang lain iman mereka tidak makin bertumbuh. Jawaban Yesus atas tantangan mereka adalah memberikan gambaran yang sifatnya simbolis yaitu agar mereka terlebih dahulu “menghancurkan” tubuhNya dalam kematian, maka Dia akan bangkit pada hari ketiga.
Namun, jawaban Yesus tersebut justru dapat makin memperdalam sikap ketidakpercayaan mereka? Sebab orang-orang Yahudi menghendaki suatu tanda ajaib yang luar-biasa, tetapi mengapa justru Yesus menyatakan kematianNya di atas kayu salib sebagai tanda otoritasNya sebagai Anak Allah. Masakan Anak Allah mati di atas tiang gantungan? Hukum Taurat menyatakan, “sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu" (Ul. 21:23).
Dengan demikian setiap orang yang disalibkan atau digantung di atas tiang bagi orang-orang Yahudi merupakan tanda dari orang yang dikutuk oleh Allah. Demikian pula bagi orang-orang Yunani, salib bukan sesuatu yang mengesankan mereka untuk memperoleh hikmat dan pengertian secara filosofis. Masakan tokoh yang dianggap ilahi harus mengalami kematian yang hina? Juga bagaimana mungkin tubuh yang dianggap “hina” oleh filsafat Yunani dan telah mati dapat bangkit dari kematian dengan tubuh kemuliaan? Sehingga tepatlah jikalau pemberitaan tentang salib dianggap  sebagai suatu batu sandungan bagi orang Yahudi, dan suatu kebodohan bagi orang Yunani (I Kor. 1:23b).
Tetapi mengapa Allah menggunakan salib sebagai tanda untuk menyatakan kuasa dan kemuliaanNya apabila ternyata salib hanya dianggap sebagai suatu batu sandungan dan suatu kebodohan?  Jawaban rasul Paulus adalah, “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil”  (I Kor. 1:21). Pola pemikiran dunia pada umumnya sering menempatkan keberadaan iman lebih ditentukan oleh tanda-tanda supra-natural atau mukjizat, dan juga ditentukan oleh penguasaan pengetahuan. Namun jika tidak ada mukjizat atau tidak ada pemikiran filosofis yang dapat memuaskan otak, maka dunia bersikap tidak mau percaya kepada Allah. Maka iman lebih tergantung pada ada tidaknya mukjijat dan pemikiran filosofis. Justru di sinilah Allah telah membuat “hikmat dunia” ini menjadi suatu kebodohan. Karena itu Allah sengaja memilih salib Kristus yang dianggap suatu kebodohan atau batu sandungan untuk menyatakan kuasa dan kemuliaanNya yang menyelamatkan setiap orang percaya. Di I Kor. 1:18 rasul Paulus berkata, “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”.  Tepatnya hanya orang-orang yang telah dipanggil dan dipilih oleh Allah saja yang mampu memahami salib Kristus sebagai kekuatan yang menyelamatkan.

Hidup Kudus Bagi Yang Telah DipilihNya
Bagi pandangan dunia, salib Kristus sering hanya dianggap sebagai suatu kebodohan dan batu-sandungan tetapi bagi Allah salib Kristus justru dipakai untuk mendamaikan manusia dengan diriNya. Sehingga melalui salib Kristus, manusia diperkenankan Allah menjadi umat pilihanNya yaitu umat yang hidup kudus dan benar di hadapanNya. Sebagaimana Allah telah mengadakan perjanjian dengan umat Israel di gunung Sinai, maka demikian pula di atas bukit Golgota Allah mengadakan perjanjian keselamatan dengan seluruh umat manusia. Itu sebabnya umat yang telah diselamatkan dan ditebus dengan darah salib Kristus dipanggil untuk hidup kudus menurut hukum Kerajaan Allah.
Mungkin dunia mengejek dan memandang rendah peristiwa Kristus disalibkan, tetapi justru di balik peristiwa salib itu Allah telah mengungkapkan seluruh kasihNya yang menyelamatkan setiap orang. Dengan demikian ketentuan Sepuluh Firman Allah sebagaimana yang telah diterima oleh umat Israel di gunung Sinai (Kel. 20:1-17) sebagai gambaran dari hukum Kerajaan Allah (hukum kasih Kristus) yang ditegakkan oleh karya penyaliban Kristus. Agar umat sungguh-sungguh melaksanakan hukum Kerajaan Allah atau hukum Kristus berdasarkan kasih Allah yang telah berkorban, dan bukan karena mereka memiliki motivasi untuk meraih keselamatan dengan upayanya sendiri. Jadi kesetiaan melakukan Sepuluh Firman Allah tidak boleh dibelokkan untuk memperoleh pembenaran dan pengampunan dosa dari Allah, tetapi seharusnya Sepuluh Firman Allah diberlakukan dalam kehidupan sebagai tanda dari orang-orang yang telah dibenarkan dan diampuni dosa-dosanya oleh Kristus.
Inti Sepuluh Firman Allah terlihat di bagian pembukaan, yang mana Allah berfirman, "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Kel. 20:2). Dengan penyataan diri Allah bahwa Dialah TUHAN (YAHWEH) yang telah membebaskan umatNya dari kuasa perbudakan, maka keselamatan sama sekali bukan hasil prestasi rohaniah atau amal-ibadah manusia. Keselamatan adalah semata-mata anugerah Allah, sebab Allah sendiri yang berinisiatif dan bertindak untuk  memebebaskan manusia dari kuasa atau belenggu perbudakan. Allah yang telah membebaskan umat Israel, pada akhirnya kemudian menyatakan diriNya dalam Kristus untuk menyelamatkan manusia.
Sehingga terlihat jelas hubungan penyataan  Allah di gunung Sinai dengan penyataan Allah melalui Kristus di atas bukit Golgota. Yang mana inti penyataan Allah di gunung Sinai dan peristiwa salib di bukit Golgota bertujuan untuk mengubah situasi keterbelengguan menjadi pembebasan, dan mengubah perhambaan menjadi keselamatan. Tujuan utamanya agar umat yang telah dibebaskan dan diselamatkan  dapat menjadi pelaku dari kehendak Allah. Sehingga mereka dapat menjadi media keselamatan yang efektif bagi sesama atau orang-orang di sekitarnya.
Maka inti dari isi Sepuluh Firman Allah tidak hanya menyangkut hubungan vertikal dengan Allah saja, tetapi juga menyangkut hubungan yang horisontal dengan sesama. Demikian pula dengan sikap kehidupan umat percaya yang menempatkan kuasa salib Kristus dalam seluruh kehidupannya. Sebab justru melalui peristiwa salib Kristus, Allah mendamaikan secara utuh umat manusia dengan diriNya dan umat manusia dengan sesamanya. Bahkan pendamaian dengan salib Kristus tersebut, Allah berkenan menyatakan sikap solidaritas kasihNya dengan umat yang menderita dan mengalami tragedi kehidupan. Salib yang dianggap bodoh dan batu sandungan oleh dunia sesungguhnya merupakan jalan bagi Allah untuk  hadir secara riel di tengah-tengah kehidupan umatNya. Di hadapan peristiwa salib, umat manusia tidak boleh sekedar memahami kehidupan berdasarkan akal, hikmat dan pengertiannya sendiri; tetapi mereka perlu memahami secara personal suara hati Allah dan kasihNya. Dengan demikian setiap hukum-hukum Allah perlu kita pahami oleh sebagai ungkapan kasih Allah sehingga harus direspon dengan sikap  kasih pula.

Panggilan
Jika Allah yang Maha Mulia memilih salib sebagai kekuatan yang menyelamatkan umatNya, apakah dalam kehidupan sehari-hari kita masih mengandalkan harapan perbuatan/tanda mukjizat untuk meneguhkan iman kita?  Betapa sering kehadiran Allah hanya ditandai dengan harapan kesembuhan yang sifatnya fisik atau jasmaniah belaka.  Selain itu apakah kita lebih mengandalkan akal dan hikmat kita sendiri barulah kita mau percaya kepada Allah? Allah yang tidak terbatas sehingga hanya “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:2) justru mau merendahkan diri dalam peristiwa salib Kristus. Jika demikian, bagaimanakah sikap saudara? Apakah saudara juga berkenan dikuduskan oleh Kristus sendiri? Amin.
Khotbah Minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...