Kamis, 31 Maret 2016

TOBAT ZAKHEUS vs TOMAT (TOBAT KUMAT)

Natal memang merupakan gambaran nyata tentang bagaimana Allah memilih kemiskinan dan kesederhanaan untuk menyapa manusia yang dikasihi-Nya. Dari kandang Natal, kita melihat bagaimana Kristus sendiri memenuhi ajaran pertama yang diajarkan-Nya pada khotbah di bukit, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Pertanyaannya, adalah apakah arti ‘miskin di hadapan Allah’ ini? Banyak orang menghubungkannya dengan ketidak-terikatan kita dengan harta duniawi, kemewahan dan kekayaan. Maka tak jarang orang berpendapat, ini hanya mampu dilakukan oleh para biarawan biarawati. Padahal tidak demikian halnya, sebab dalam kondisi kita masing-masing kita dapat menerapkan ‘ketidak-terikatan’ kepada kekayaan. Suatu permenungan adalah, misalnya, jika kita dihadapkan pilihan untuk menggunakan uang kita yang terbatas, maka apakah kita memilih untuk kenyamanan kita, ataukah untuk menolong orang lain yang lebih membutuhkan? Jika kita bisa membeli barang yang mahal, apakah kita serta-merta membelinya, atau kita berpikir untuk membeli barang yang lebih murah dan sederhana, dan menggunakan sisa uangnya untuk menyumbang aksi sosial gereja, misalnya? Apakah kita bijaksana menggunakan kekayaan kita untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak begitu perlu, namun hanya untuk koleksi saja, atau demi mengikuti ‘mode’? Mampukah kita bersuka cita selalu, meskipun dalam keadaan kekurangan? Ini adalah suatu renungan kita semua, sebab jika kita sangat terikat pada harta milik kita, maka sesungguhnya di hati kita tidak ada ruang buat Tuhan.
Namun sebenarnya, ‘miskin’ di hadapan Allah juga berarti bahwa kita mengakui bahwa Allah-lah yang memberikan segala sesuatu kepada kita. Jadi, segala sesuatu yang kita pikir kita miliki, sesungguhnya dari Allah, dan sudah selayaknya kita pergunakan untuk memuliakan Dia. Kesehatan, pekerjaan, bakat dan kepandaian, harta milik, keluarga, dan seterusnya semestinya kita arahkan untuk memuji Tuhan, sebab semuanya itu adalah pemberian Tuhan. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: Siapkah kita jika suatu saat, Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi sehingga kita tidak lagi memiliki semua itu? Masih dapatkah kita bersyukur kepada-Nya? Sebab, justru pada saat kita kehilangan ‘milik’ kita, kita akan dibawa pada suatu kesadaran bahwa yang terpenting bagi kita adalah Tuhan sendiri. Karena Tuhan-lah yang menjadi sebab mengapa kita hidup, dan Dia-lah juga yang menjadi tujuan akhir hidup kita. Ia melimpahi kita dengan rahmat, agar kita dapat menggunakan hidup ini untuk memberitakan kasih dan kebaikan-Nya agar semakin banyak orang mengenal dan mengasihi-Nya. Ia menciptakan kita untuk tujuan yang mulia, untuk mengangkat kita menjadi milik-Nya dan bersatu dengan-Nya dalam Kerajaan Surga. Inilah yang menjadi alasan mengapa Allah mengirimkan Yesus Putera-Nya yang kita peringati pada hari Natal. Di dalam Yesus, Allah merendahkan diri, agar kita semua ditinggikan. Dengan kerendahan hati-Nya, Allah menunjukkan pada kita betapa Ia mengasihi kita semua, agar kitapun dapat belajar untuk mengasihi-Nya dan mengasihi sesama kita.
Dengan melihat ke kandang Natal, kita sungguh dapat melihat betapa dengan kerendahan hati-Nya, Yesus menghancurkan dosa pertama Adam, yaitu kesombongan. Dan sesungguhnya, Ia-pun mengundang kita untuk meninggalkan kesombongan kita. Mari kita tengok ke dalam hati kita masing-masing: apakah masih ada kesombongan di sana? Misalnya, menganggap berkat yang ada pada kita sebagai hasil karya sendiri? Atau menganggap diri paling baik, dan paling benar? Atau berkeras dengan pandangan sendiri, dan paling cepat menghakimi orang lain? Atau menganggap diri lebih mengetahui segala sesuatu daripada Tuhan? Bahkan menciptakan sendiri gambaran tentang Allah? Juga, marilah dengan jujur kita melihat, apakah kita memiliki kasih akan Tuhan yang melebihi dari semuanya? Mari, pada hari Natal ini, kita memandang ke palungan di mana Yesus dibaringkan, dan merenungkan misteri kasih Allah ini: Tuhan meninggalkan segala sesuatu untuk datang kepada anda dan saya. Apakah anda dan saya juga rela meninggalkan segala sesuatu yang mengikat kita untuk datang kepada-Nya?
ADAKAH TEMPAT BAGI YESUS DIHATIMU PADA HARI NATAL INI ?

KESEDERHANAAN DAN KEMISKINAN YANG DIPILIH ALLAH

Natal memang merupakan gambaran nyata tentang bagaimana Allah memilih kemiskinan dan kesederhanaan untuk menyapa manusia yang dikasihi-Nya. Dari kandang Natal, kita melihat bagaimana Kristus sendiri memenuhi ajaran pertama yang diajarkan-Nya pada khotbah di bukit, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Pertanyaannya, adalah apakah arti ‘miskin di hadapan Allah’ ini? Banyak orang menghubungkannya dengan ketidak-terikatan kita dengan harta duniawi, kemewahan dan kekayaan. Maka tak jarang orang berpendapat, ini hanya mampu dilakukan oleh para biarawan biarawati. Padahal tidak demikian halnya, sebab dalam kondisi kita masing-masing kita dapat menerapkan ‘ketidak-terikatan’ kepada kekayaan. Suatu permenungan adalah, misalnya, jika kita dihadapkan pilihan untuk menggunakan uang kita yang terbatas, maka apakah kita memilih untuk kenyamanan kita, ataukah untuk menolong orang lain yang lebih membutuhkan? Jika kita bisa membeli barang yang mahal, apakah kita serta-merta membelinya, atau kita berpikir untuk membeli barang yang lebih murah dan sederhana, dan menggunakan sisa uangnya untuk menyumbang aksi sosial gereja, misalnya? Apakah kita bijaksana menggunakan kekayaan kita untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak begitu perlu, namun hanya untuk koleksi saja, atau demi mengikuti ‘mode’? Mampukah kita bersuka cita selalu, meskipun dalam keadaan kekurangan? Ini adalah suatu renungan kita semua, sebab jika kita sangat terikat pada harta milik kita, maka sesungguhnya di hati kita tidak ada ruang buat Tuhan.
Namun sebenarnya, ‘miskin’ di hadapan Allah juga berarti bahwa kita mengakui bahwa Allah-lah yang memberikan segala sesuatu kepada kita. Jadi, segala sesuatu yang kita pikir kita miliki, sesungguhnya dari Allah, dan sudah selayaknya kita pergunakan untuk memuliakan Dia. Kesehatan, pekerjaan, bakat dan kepandaian, harta milik, keluarga, dan seterusnya semestinya kita arahkan untuk memuji Tuhan, sebab semuanya itu adalah pemberian Tuhan. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: Siapkah kita jika suatu saat, Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi sehingga kita tidak lagi memiliki semua itu? Masih dapatkah kita bersyukur kepada-Nya? Sebab, justru pada saat kita kehilangan ‘milik’ kita, kita akan dibawa pada suatu kesadaran bahwa yang terpenting bagi kita adalah Tuhan sendiri. Karena Tuhan-lah yang menjadi sebab mengapa kita hidup, dan Dia-lah juga yang menjadi tujuan akhir hidup kita. Ia melimpahi kita dengan rahmat, agar kita dapat menggunakan hidup ini untuk memberitakan kasih dan kebaikan-Nya agar semakin banyak orang mengenal dan mengasihi-Nya. Ia menciptakan kita untuk tujuan yang mulia, untuk mengangkat kita menjadi milik-Nya dan bersatu dengan-Nya dalam Kerajaan Surga. Inilah yang menjadi alasan mengapa Allah mengirimkan Yesus Putera-Nya yang kita peringati pada hari Natal. Di dalam Yesus, Allah merendahkan diri, agar kita semua ditinggikan. Dengan kerendahan hati-Nya, Allah menunjukkan pada kita betapa Ia mengasihi kita semua, agar kitapun dapat belajar untuk mengasihi-Nya dan mengasihi sesama kita.
Dengan melihat ke kandang Natal, kita sungguh dapat melihat betapa dengan kerendahan hati-Nya, Yesus menghancurkan dosa pertama Adam, yaitu kesombongan. Dan sesungguhnya, Ia-pun mengundang kita untuk meninggalkan kesombongan kita. Mari kita tengok ke dalam hati kita masing-masing: apakah masih ada kesombongan di sana? Misalnya, menganggap berkat yang ada pada kita sebagai hasil karya sendiri? Atau menganggap diri paling baik, dan paling benar? Atau berkeras dengan pandangan sendiri, dan paling cepat menghakimi orang lain? Atau menganggap diri lebih mengetahui segala sesuatu daripada Tuhan? Bahkan menciptakan sendiri gambaran tentang Allah? Juga, marilah dengan jujur kita melihat, apakah kita memiliki kasih akan Tuhan yang melebihi dari semuanya? Mari, pada hari Natal ini, kita memandang ke palungan di mana Yesus dibaringkan, dan merenungkan misteri kasih Allah ini: Tuhan meninggalkan segala sesuatu untuk datang kepada anda dan saya. Apakah anda dan saya juga rela meninggalkan segala sesuatu yang mengikat kita untuk datang kepada-Nya?
ADAKAH TEMPAT BAGI YESUS DIHATIMU PADA HARI NATAL INI ?

FILOSOFI 5 JARI

> FILOSOFI 5 JARI..
Kekuatan dan Kelemahan 5 JARI :
1. Ada si gendut jempol yg selalu berkata baik & menyanjung.
2. Ada telunjuk yg suka menunjuk & memerintah.
3. Ada si jangkung jari tengah yg sombong, paling panjang & suka menghasut jari telunjuk.
4. Ada jari manis yg selalu menjadi teladan, baik & sabar sehingga diberi hadiah cincin.
5. Ada kelingking yg lemah & penurut.
Dengan perbedaan positif & negatif yg dimiliki masing2 jari, mereka bersatu untuk mencapai tujuan (Menulis, memegang, menolong anggota tubuh yg lain, melakukan pekerjaan dll).
Pernahkah kita bayangkan bila tangan kita hanya terdiri dari jempol semua ?
Falsafah ini sederhana namun sangat berarti
Kita memiliki segala perbedaan untuk bersatu, saling menyayangi, saling menolong, saling membantu, saling mengisi, bukan untuk saling menuduh, saling menunjuk, saling merusak.....
Semua perbedaan dari diri kita adalah suatu keindahan agar kita senantiasa rendah hati untuk menghargai orang lain. Tidak ada satupun pekerjaan yg dapat dikerjakan sendiri. Kelebihan kita adalah kekurangan orang lain. Kelebihan orang lain bisa juga merupakan kekurangan diri kita. Tidak ada yg lebih bodoh atau lebih pintar. Perihal bodoh atau pintar, itu adalah kerelatifan dalam bidang/talenta yg kita miliki agar kita bisa bersama menuju satu impian.
>> Sekarang, dengan 5 Jari Anda ...
Apakah Anda ingin Jadi PECUNDANG ?
Ataukah PEMENANG ??
Pemenang selalu jadi bagian dari jawaban;
Pecundang selalu jadi bagian dari masalah.
Pemenang selalu punya program;
Pecundang selalu punya kambing hitam.
Pemenang selalu berkata, “Biarkan saya yang
mengerjakannya untuk Anda”;
Pecundang selalu berkata, “Itu bukan pekerjaan
saya”;
Pemenang selalu melihat jawab dalam setiap
masalah;
Pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban.
Pemenang selalu berkata, “itu memang sulit,
tapi kemungkinan bisa”;
Pecundang selalu berkata, “Itu mungkin bisa,
tapi terlalu sulit”.
Saat pemenang melakukan kesalahan, dia
berkata, “saya salah”;
Saat pecundang melakukan kesalahan, dia
berkata, “itu bukan salah saya”.
Pemenang membuat komitmen-komitmen;
Pecundang membuat janji-janji.
Pemenang mempunyai impian-impian;
Pecundang punya tipu muslihat.
Pemenang berkata, “Saya harus melakukan
sesuatu”;
Pecundang berkata, “Harus ada yang
dilakukan”.
Pemenang adalah bagian dari sebuah tim;
Pecundang melepaskan diri dari tim.
Pemenang melihat keuntungan;
Pecundang melihat kesusahan.
Pemenang melihat kemungkinan-kemungkinan;
Pecundang melihat permasalahan.
Pemenang percaya pada menang-menang (win-
win);
Pecundang percaya, mereka yang harus
menang dan orang lain harus kalah.
Pemenang melihat potensi;
Pecundang melihat yang sudah lewat.
Pemenang memilih apa yang mereka katakan;
Pecundang mengatakan apa yang mereka pilih.
Pemenang menggunakan argumentasi keras
dengan kata2 yang lembut;
Pecundang menggunakan argumentasi lunak
dengan kata2 yang keras.
Pemenang selalu berpegang teguh pada nilai2
tapi bersedia berkompromi pada hal2 remeh;
Pecundang berkeras pada hal2 remeh tapi
mengkompromikan nilai2.
Pemenang menganut filosofi empati,
“ Jangan berbuat pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perbuat pada Anda ”;
Pecundang menganut filosofi,
“ Lakukan pada orang lain sebelum mereka melakukannya pada Anda ”.
Para Pemenang selalu berencana dan
mempersiapkan diri, lalu memulai tindakan
untuk menang…!
RENUNGKAN !!

BERSYUKURLAH SENANTIASA

Kadangkala hidup mengharuskan menangis tanpa sebab.
Kamu merasa sudah berbuat baik dan benar, tetapi masih banyak kritikan yang dialamatkan kepada kamu.
Kamu mengira keputusan yang kamu ambil sudah tepat, ternyata perkiraanmu keliru.
Jangan putus asa !!……
Bangkitlah !!……
Teruslah berjuang !!!
Matahari tanpa sinar tidak layak disebut matahari, demikian juga dengan dirimu.
Engkau adalah matahari yang seharusnya memancarkan sinar,
sekalipun mendung kelabu menutupi pandangan orang untuk melihat keindahan cahayamu.
“Bukan karena hari ini INDAH kita BAHAGIA, tapi karena kita BAHAGIA maka hari ini menjadi INDAH”
Bukan karena tidak ada “RINTANGAN” kita menjadi “OPTIMIS”, tapi karena kita “OPTIMIS” maka “RINTANGAN” menjadi tidak terasa.
Bukan karena “MUDAH”, kita “YAKIN BISA”. Tapi karena kita “YAKIN BISA” maka semuanya menjadi “MUDAH”.
Bukan karena semua “BAIK” kita “TERSENYUM”, tapi karena kita “TERSENYUM” maka semua menjadi “BAIK”.
Bukan karena kita mengucap “SYUKUR” maka “KEBAHAGIAAN” terasa dekat. Tapi “BERSYUKURLAH” maka “KEBAHAGIAAN” senantiasa dekat.
Tidak ada hari yang menyulitkan kecuali kita “SENDIRI” yang membuatnya menjadi “SULIT”.
Jangan pernah mengeluh dengan adanya “KESULITAN”, karena “KESULITAN” lah yang telah membuat kita lebih BAIK dan KUAT dari sebelumnya.
Tetap jalani hidup ini dengan penuh ucapan syukur senantiasa apapun situasinya...karena TUHAN selalu ADA untuk menolong kita.

CINTA SEJATI

Apakah yang kamu sadari saat ini ?
Ketika telapak tanganmu berkeringat,
hatimu dag dig dug, suaramu bagai tersangkut di tenggorokan,
itu bukan cinta, tapi SUKA.

Tanganmu tidak dapat berhenti memegang dan menyentuhnya,
itu bukan cinta, tapi NAFSU.
Kamu menginginkannya karena tahu ia akan selalu berada di sampingmu,
itu bukan cinta, tapi KESEPIAN.
Kamu menerima cintanya, karena kamu tidak mau menyakitinya,
itu bukan cinta, tapi KASIHAN.
Kamu bersedia memberikan semua yang kamu suka demi dia,
itu bukan cinta, tapi KEMURAHAN HATI.
Kamu bangga dan selalu ingin memamerkannya kepada semua orang,
itu bukan cinta, tapi KEMUJURAN.
Kamu mengatakan padanya bahwa dia adalah satu-satunya hal yang kamu pikirkan,
itu bukan cinta, tapi GOMBAL.
Kamu mencintainya JIKA dan HANYA JIKA :
1.Menerima kesalahannya.
2.Rela memberikan hatimu, hidupmu dan matimu.
3.Hatimu tercabik bila ia sedih dan berbunga bila ia bahagia.
4.Menangis untuk kepedihannya.
CINTA adalah PENGORBANAN,
Mencintai berarti memberi.
Cinta adalah kematian atas EGOISME dan EGOSENTRIS.
GBU all

SEPERSEPULUH dari HASILKU, AKU SERAHKAN KPD TUHAN, krn itu adalah milik TUHAN...!!

Engkau telah diberkati SEPENUHNYA oleh TUHAN, ttpi ternyata yg kembali kpd TUHAN hny HARTAMU… lalu bgmanakah dgn HIDUPMU, bgmana dgn HATIMU…,terlalu murahkah harga TUHAN-mu, dimana hny engkau hargai dgn SEPERSEPULUH dari penghasilanmu secara MATERI…????
Renungkanlah baik-2… yg TUHAN maksudkan 10 itu adalah ANGKA KESELURUHAN HIDUPMU yg SEMPURNA, & kalau TUHAN katakan 1 dari sepuluh bagian kehidupanmu yang sempurna itu adalah HATIMU.
Kehidupanmu yg seutuhnya itu adalah mrupakan angka yg sempurna dihadapan TUHAN, dan itu nilainya adalah 10. Tetapi TUHAN hny meminta 1 saja dari kesempurnaan hidup yaitu HATIMU…, inilah yg hrs kembali kpd TUHAN.
Jadi ingat, jgn engkau tipu TUHAN dgn materimu, dgn kekayaanmu, ttpi tdk pernah terwujud dari dlm kehidupanmu bhw engkau hrs membalas segala kebaikkan TUHAN dgn sepenuh HATIMU. Itulah kenapakah TUHAN katakan persembahan yang benar adalah disaat engkau kembali kpd TUHAN.., dan itu dimulai dari HATIMU terlebih dulu. Kalau hatimu ini terlebih dulu dpt kembali, maka engkau tidak akan lagi mempertahankan kehidupanmu secara keseluruhan untuk dipersembahkan kpd TUHAN.

Isilah rumahKU dengan…, bawalah persembahan kerumah perbendaharaan…; Firman ini terlalu sering diperkatakan, ttpi adakah mereka pun memiliki pengertian untuk apakah persembahan persepuluhan itu dibawa ke rumah perbendaharaan TUHAN…?
Supaya didalam rumahKU ada persediaan makanan…; dan makanan dari TUHAN-mu itu apakah…? yaitu MELAKUKAN KEHENDAK BAPA.
Kalau engkau mempersembahkan hidupmu kerumah TUHAN, maka TUHAN akan memiliki keleluasaan untuk melakukan kehendakNYA, dptkah engkau mengerti…???? Dan apakah makanan TUHAN-mu itu RUPIAHMU…? Apakah makanan TUHAN-mu itu adalah KEKAYAANMU…? Ketahuilah, sesungguhnya yg mjadi makanan bagi TUHAN-mu itu adalah HATI yg memiliki KETULUSAN untuk rela mempersembahkan kehidupannya.
Inilah yg TUHAN inginkan… jadi bukan sepersepuluh dari penghasilanmu yang TUHAN minta & kaitkanlah hal ini dgn persembahan dari JANDA MISKIN, maka engkau akan mengerti…, kalau mereka yang bekerja secara dunia mereka sanggup memberikan sepersepuluh, tetapi engkau yg tdk pernah TUHAN ijinkan untuk bekerja secara dunia, persembahan apakah yg akan engkau berikan…?
Jadi jgnlah engkau rancu dlm mengerti tentang persembahan persepuluhan dan persembahan khusus ... itu adalah HATIMU sendiri…, dimana itu termasuk PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN. Karena terlalu banyak manusia yang sulit untuk dpt memberikan hatinya kpd TUHAN, apalagi untuk mempersembahkan seluruh kehidupannya untuk berada dalam RUMAH TUHAN.
GBU"

HARGA JUAL YESUS

AH, judul ini mungkin terasa sangat mengganggu. Apakah Yesus itu barang, sehingga ada harga jualnya? Atau, kalaupun ada, apakah itu manusiawi, karena manusia sangat berharga, dan tak mungkin ada harga yang bisa dicantumkan pada dirinya. Apalagi berbicara tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia (Filipi 2: 5-6), wow, mana bisa! Seharusnya memang tidak bisa, namun kenyataannya memang pahit, Yesus terjual. Bahkan terjual dengan harga yang sangat murah. Kenyataan pahit ini tak bermula dari penjahat kelas berat, atau penjudi ulung, atau, artis kebelet duit. Pahit, karena justru bermula dari orang dalam yang termasuk murid, yang memiliki posisi strategis sebagai bendahara. Sang murid bernama Yudas Iskariot, satu dari antara dua belas rasul yang kemudian sangat terkenal sebagai pengkhianat (Markus 3:19).
Nama Yudas sama terkenalnya dengan Petrus dan Yohanes, hanya saja dalam konteks dan kualitas yang sangat berbeda. Yudas Iskariot (Ibrani; Isyqeriyot yang artinya orang Keriot), berasal dari Keriot. Kurang jelas, apakah Keriot tempat asal Yudas adalah Keriot yang di Moab, atau yang di selatan Hebron (dalam Alkitab banyak kota, orang, yang bernama sama). Yudas Iskariot bukan penulis kitab Yudas, hanya namanya saja yang sama.
Nah, kembali kepada Yudas, murid, rasul, bendahara, yang juga pengkhianat. Yudas juga piawai bersilat lidah, satu sisi sepertinya dia peduli dan membela orang miskin, padahal di sisi lain keuntungan dirilah yang dipikirkannya (Yohanes 12:1-8). Ya, Yudas memang “berbakat” sebagai pengkhianat. Entah sudah berapa banyak pelajaran tentang kebenaran yang dia dapat dari Yesus, tapi tak pernah bertumbuh apalagi berbuah.Dalam perumpamaan tentang penabur, Yudas bagaikan benih yang jatuh di tengah semak duri (Matius 13: 22). Episode demi episode mukjizat hebat, disaksikannya, tapi benih kebenaran tak pernah tumbuh dan berbuah dalam hatinya. Hati nurani dibunuhnya, uang menjadi tuannya, maka Yudas telah memilih jalan hidupnya. Yesus dijual seharga 30 keping perak, harga seorang budak (Keluaran 21: 32). Sangat ironis, Yesus, Allah yang menjadi manusia, raja yang menjadi hamba, penebus dosa manusia, sang juru selamat terjual dengan harga yang amat sangat murah.
Namun , di sisi lain, kerelaan Yesus menjadi hamba justru tergenapi dalam pengkhianatan ini. Uang telah membuat Yudas gelap mata. Soal mamon ini tak hanya mewarnai kehidupan duniawi saja, namun juga merata keberbagai sudut kehidupan. Dunia rohani bahkan sering kali lebih duniawi dari dunia itu sendiri. Manusia beragama model Yudas tak pernah habis dari panggung kehidupan. Selalu saja ada generasi pengganti. Sementara pelayan sejati sering kali seperti kehilangan garis. Kegairahan terhadap daya tarik mamon semakin hari semakin menggila. Hal ini tepat seperti lukisan Paulus dalam II Timotius 3: 2, di akhir jaman manusia akan menjadi hamba uang. Manusia kehilangan kendali menjadi tuan atas uang.
Kisah Yudas, mengingatkan kita dengan terang-benderang, bahwa jabatan kerohanian tak serta-merta membuat seseorang imun terhadap godaan uang. Yudas adalah seorang rasul, lebih dari seorang pendeta secara jabatan. Kedekataannya dengan Yesus dalam aktivitas sehari-hari tak bisa dipungkiri, namun tak menjamin kualitas pelayanan. Yudas merasa perlu dan berhak mendapatkan tiga puluh keping perak, sekalipun untuk itu Yesus harus dijual. Sementara Yesus, “rela terjual murah”, asal keselamatan terwujud menjadi kenyatan dalam kehidupan umat. Yudas “beringas” demi uang: “beringas” menjual Yesus, “beringas” dalam baju suci kerasulan. Dan yang tak kalah mengerikan, dia juga “beringas” dalam kemunafikan kepedulian pada kaum papa. Yudas telah mengerahkan seluruh kemampuannya memainkan seluruh jurus pengkhianatan berbaju kerohanian.
Dalam konteks kekinian, ternyata tak kurang panjang barisan pengikut Yudas, sama panjang dengan barisan penjual Yesus. Kini, tak sedikit orang yang sangat bernafsu menabikan atau merasulkan diri, atas nama ketetapan Tuhan. Tak pula kurang orang berjual-beli kebenaran, yang menjual Yesus dengan memutarbalikkan kebenaran. Kebenaran dibuat berpusat pada diri dan menguntungkan diri. Khotbah disampaikan untuk menyenangkan telinga umat, khususnya kamu berduit, untuk memancing duit mereka. “Hamba Tuhan” bajunya, hatinya hamba uang. Istilah “salesman Injil” semakin hari semakin terkenal, seturut terkuaknya gaya hidup banyak “pendeta besar” yang tak kalah dengan selebritis kelas atas.
Banyak orang telah mengambil keuntungan besar dengan mengobral Yesus. Celakanya, semua berjalan tepat waktu, karena market juga dipenuhi manusia bermental hati ahli Taurat. Yang mau tampak benar di arena keseharian, tampak rohani, bersih dan berbudi, sekalipun mereka benci terhadap kejujuran dan kesucian. Karena itu “obral kebenaran” mereka serbu. Mereka suka mengonsumsi produk obral ini, mereka tampak rohani tanpa harus sungguh-sungguh rohani. Cukup dengan kata-kata amin, sedikit kegiatan, dan besarnya sumbangan semua menjadi benar dan “dipakai Tuhan” sesuai label yang diberikan para “hamba Tuhan”. Semakin tinggi bayaran, semakin rohani si pemberi dalam khotbah “hamba Tuhan”. Transaksi jual-beli terus meninggi, limpahan materi mengalir deras ke pundi-pundi “hamba Tuhan”. Gaya hidup supermewah mewarnai sepak terjang mereka atas nama berkat Ilahi, padahal hasil menjual kebenaran.
Yesus dijual dengan mengobral berkat besar, dan menutupi penyangkalan diri apalagi memikul salib sesuai perintah Yesus sendiri. Ya, Yesus dijual dengan mengorupsi, memanipulasi kebenaran, bahkan membangun kebenaran baru atas nama wahyu baru. Maka klaim diri semakin meninggi, dan ini akan diikuti dengan “harga jual” yang juga semakin tinggi. Lagi-lagi Yesus terjual murah. Dan, lagi-lagi yang salah tampaknya benar secara suara, mereka tampaknya mayoritas, sama persis seperti Yesus tersalib. Yesus tampak minoritas, para ahli Taurat-lah yang mayoritas. Dan ini didukung pada kebiasaan kita tentang suara terbayak sebagai yang benar dan menentukan. Menyakitkan, tapi itulah kenyataan. Dosa akan pesta pora, sukses menggaet banyak pengikut, hingga kedatangan Yesus yang kedua kali.
Akankah pencinta kebenaran sejati akan bertahan di tengah polusi jual-beli Yesus? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab dengan hidup menjalani kebenaran tanpa kompromi. Berani miskin tanpa harus memiskinkan diri, sebaliknya juga berani kaya tanpa harus memperkaya diri, melainkan berkarya penuh dengan pasrah penuh pada berkat Ilahi. Biarlah aku menerima bagianku yang Tuhanku, bukan apa yang aku mau (Amsal 30: 7-9). Apakah “jual beli Yesus” akan berhenti? Sekali lagi tidak, dan tidak akan! Transaksi akan terus berlangsung, yang penting Anda tak terlibat di sana. Atau, jika sudah terjebak ada di dalam, segera keluar memisahkan diri, jika tak ingin hangus diri. Dijual : Yesus! Tapi, semoga Anda dan saya bukan penjual ataupun pembelinya.
Amin.... Tuhan Yesus Memberkati

IMAN RADIKAL SEORANG PENGAMEN CILIK

Kesaksian Pengamen cilik yang di pakai TUHAN YESUS secara luar biasa.......
silakan di baca yaa:
Dibawah ini merupakan kesaksian dari pendeta yang bernama bapak Wisnu. Berikut penuturan beliau:
Beberapa waktu yang lalu saya ada pelayanan untuk Youth di daerah Tangerang.
Saya naik bis jurusan Tangerang pada siang harinya untuk menuju rumah kakak saya terlebih dulu karena pelayanan tersebut akan berlangsung sore hari.
Didalam bis yang penuh sesak tersebut, masuk pula seorang pengamen cilik usia sekitar 7-8 tahun dengan berbekal kecrekan sederhana (mungkin dari tutup botol) Berbekal alat musik sederhana tersebut,
dia nyanyikan lagu "YESUS Ajaib,TUHANku Ajaib...." (~a song by Ir. Niko,red.)
Dan kata-kata tersebut diulang terus menerus.
Hampir seluruh penumpang bis memarahi anak tersebut :"Diam kamu! Jangan nyanyi lagu itu lagi.
Kalau kamu nggak diam, nanti saya pukul kamu!" Tapi ternyata anak tersebut tidak menanggapi kemarahan mereka dan dengan berani terus menyanyikan lagu tersebut. Saya dalam hati berkata:"TUHAN, anak ini luar biasa. Kalau saya, belum tentu saya bisa berani melakukan hal tersebut".
Karena bis akan melanjutkan perjalanan menuju tol berikutnya, di pintu tol menuju Serpong (kalau tidak salah), hampir 3/4 penumpang turun dari bis tersebut.
Termasuk saya dan pengamen cilik tersebut. Anak kecil itu didorong hingga akhirnya jatuh. Kemudian dia bangkit lagi. Tapi dia didorong oleh massa hingga terjatuh lagi. Semua penumpang bis mengerumuni anak itu.
Saya masih ada di situ dengan tujuan jika kemudian anak tersebut akan ditempeleng atau dihajar, saya akan berusaha untuk menariknya lari menjauhi mereka.
Seluruh kerumunan itu baik pria maupun wanita menjadi marah: "Sudah dibilang jangan nyanyi masih nyanyi terus! Kamu mau saya pukul?" dan seterusnya, dan seterusnya.
Anak kecil itu hanya terdiam. Setelah amarah mereka mulai mereda, anak kecil itu baru berbicara:"Bapak-bapak, Ibu- Ibu jika mau pukul saya, pukul saja. Kalau mau bunuh, bunuh saja. Tapi yang Bapak dan Ibu perlu tahu, walaupun saya dipukul atau dibunuh saya tetap akan menyanyikan lagu tersebut."
Seluruh kerumunan menjadi terdiam sepertinya mulut mereka terkunci.
Kemudian dia melanjutkan:"Sudahlah... . Bapak, Ibu tidak perlu marah-marah lagi. Sini.... saya doakan saja Bapak-bapak dan Ibu-ibu."
Dan apa yang terjadi, seluruh kerumunan itu didoakan satu per satu oleh anak ini.
Banyak yang tiba- tiba menangis dan akhirnya mau menerima TUHAN.
Saya yang sadari tadi menyaksikan hal tersebut, kemudian pergi meninggalkan kerumunan tersebut.
Saya melanjutkan naik mikrolet.
Jalanan macet karena kejadian tersebut hingga mikrolet melaju dengan sangat lambat....
Sopir mikroletnya bertanya kepada saya:" Ada apa sih Pak? Kok banyak kerumunan?"
Saya jawab :"O.... Itu ada banyak orang didoakan oleh anak kecil."
Di saat mikrolet melaju dengan sangat pelan, tiba- tiba anak kecil pengamen itu naik mikrolet yang sama dengan saya.
Saya kemudian bertanya kepada pengamen cilik itu :"Dik, kamu nggak takut dengan orang-orang itu?"
Jawabnya si Pengamen cilik ini:"Buat apa saya takut? Roh yang ada dalam diri saya lebih besar dari roh apapun di dunia ini", tuturnya mengutip ayat Firman Tuhan.
Lanjutnya kata si Pengamen cilik tersebut: "Bapak mau saya doakan? "
Saya terperanjat:"Kamu mau doakan saya?"
Jawabnya: "Ya kalau Bapak mau."
Saya menjawab: "Baiklah. Kamu boleh doakan saya."
Doanya: "TUHAN berkati Bapak ini.
Berkati dan urapi Bapak ini jika sore nanti dia akan ada pelayanan Youth."
Sampai di situ, saya tidak bisa menahan air mata yang deras mengalir.
Saya tidak peduli lagi dengan penumpang lain yang mungkin menonton kejadian tersebut.
Yang saya tahu bahwa Tuhan sendiri yang berbicara pada anak ini, dari mana dia tahu saya akan ada pelayanan Youth sore ini.
Kesaksian ditutup sampai di situ dan dengan satu kesimpulan, jika kita mau, Tuhan bisa pakai kita lebih lagi. Bukan kemampuan tapi kemauan yang Tuhan kehendaki.
amin...
Kita Sebagai anak Tuhan, Harus punya Keberanian Luar Biasa Di akhir zaman ini Untuk Memberitakan Nama YESUS KRISTUS Kepada Dunia....
Jangan takut Ataupun Jangan Malu Mengakui YESUS Di Depan Orang,.....Menyaksikan FirmanNYA.....dan Nyatakanlah KemuliaanNYA Melalui kita...amin
Semoga Kita menjadi seperti anak Kecil,,,
Kata Alkitab : Karena Merekalah Yang Empunya Kerajaan Sorga..
Matius 18 : 2 - 4 Yang Berkata (2)Maka YESUS memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. (3)lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.(4)Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga...amin...
Semoga bermanfaat yaa tulisan ini...
LORD JESUS bless you all...

SI PENYESAT YANG SEMAKIN HEBAT

Dunia memang sangat menawan dengan untaian kenikmatan hidup. Beberapa pengkhotbah, dengan jeli menangkap peluang dan membungkus kenikmatan atas nama berkat TUHAN. Menawarkannya kepada umat, dan, gayung bersambut, umat berebut. Ironis, tapi itulah lukisan kehidupan masa kini. Kebenaran makin dipinggirkan, umat makin menyukai kepalsuan. Secara umum, inilah kondisi kerohanian umat masa kini. Maka kesuksesan kepalsuan semakin menggila, ya si penyesat semakin menghebat.
ALKITAB penuh dengan hal yang paradoks, sehingga menuntut umat mampu berpikir paradoks pula. Sebagai istilah, mungkin banyak umat tak memahaminya, namun secara esensial mereka sudah menjalaninya. Lihatlah kisah-kisah Alkitab, tentang seorang janda miskin, yang seharusnya mengasihani diri dalam kekurangan, malah memberi dengan kelimpahan. Lihat pula kisah penyaliban TUHAN YESUS KRISTUS. Di perjalanan TUHAN YESUS memikul salib yang berat, bukan saja sebagai beban fisik tetapi juga suasana batin yang sendiri dan terpojok. TUHAN YESUS layak dikasihani. Perempuan-perempuan Yerusalem bisa merasakan hal itu, mereka bersimpati dan menangis buat YESUS KRISTUS, namun TUHAN YESUS memandang mereka dan berkata, “Jangan tangisi AKU tetapi tangisilah dirimu.” Ah, totalitas paradoks.
Paradoks adalah dua hal yang bertolak belakang namun benar. Si janda miskin tapi memberi bagaikan janda kaya. YESUS KRISTUS yang memikul salib tapi mengasihani mereka yang tak memikul salib. Si janda memang miskin materi namun dia sangat kaya rohani, tindakannya itulah yang disebut paradoks. Mestinya sebagai seorang miskin dia meminta ke sana ke mari, namun hebat, bukannya meminta malah dia memberi. Begitu pula dengan YESUS KRISTUS, DIA sangat layak menerima belas kasihan perempuan-perempuan Yerusalem, namun YESUS KRISTUS sedang merasakan “kenikmatan” menjalankan tugas dalam penderitaan penebusan, dan justru mengasihani mereka yang tak terlibat di dalamnya.
Di dalam keparadoksan itu ada kebenaran yang mutlak, namun naluri kemanusiaan kita sebagai orang berdosa tak menyukainya. Mengikut YESUS KRISTUS selalu diterjemahkan mendapatkan apa yang kita inginkan, walaupun dengan jelas, TUHAN YESUS berkata jika mau mengikut DIA: “Sangkal dirimu, pikul salibmu, ikulah AKU.” Dan, herannya, umat lebih percaya dan menikmati sepenuhnya khotbah-khotbah yang menjanjikan kesuksesan tanpa batas, dan dengan sadar menghindari khotbah-khotbah tentang salib itu.
Pengkhotbah-pengkhotbah karbitan, yang tak rela menginvestasi waktu untuk belajar, tapi selalu mau berkhotbah, mereka menjadi agen percepatan kesesatan. Mereka sangat cepat merekam berbagai khotbah tanpa mampu menyaringnya. Mereka meneruskan khotbah itu tanpa menyadari kesalahannya. Dan, akhirnya mereka terlibat menjadi agen kesalahan, dan jangan heran jika kesesatan semakin menggila. Semua orang masuk dalam barisan menjadi pendoa, penglihat, penubuat. Sayangnya, lagi-lagi tak ada waktu untuk menjadi pembelajar Injil. Semua berkajang pada opini diri, bukan kebenaran.
Alangkah indahnya seorang yang berdoa, mendoakan banyak hal, karena mengerti kebenaran, dan rindu semua orang mengenal kebenaran. Bukannya berdoa untuk mendapat petunjuk ini dan itu, yang mirip dengan tradisi peramal, hanya saja berbaju kristiani. Alangkah indahnya para pengkhotbah yang memberitakan kebenaran seutuhnya, mereka adalah utusan pemberita kabar baik. Mereka tak pernah berhenti untuk belajar kebenaran, tak terjebak dalam situasi semu kerohanian, dan yang lebih penting, buah kehidupan mereka tampak nyata, terukur dan bisa dirasakan. Namun barisan seperti ini semakin langka, inilah realita yang menyedihkan dalam kekristenan.
Di sisi lain, umat makin enggan menggali kebenaran Firman TUHAN. Tak pernah bergairah memakai akal budi yang TUHAN berikan, yang untuk itu Alkitab berkata : “Kasihilah TUHAN ALLAHmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.” Matius 22 : 37
Ya, dengan segenap akal budimu, untuk berpikir mengerti Alkitab dan menguji segala sesuatu. 1 Tesalonika 5 : 21 — “ Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik."
Umat malah diajar tak kritis, tak menguji, bahkan diajar untuk mengabaikan akal budi. Sungguh ini sebuah pelecehan terhadap anugerah ALLAH, yang memberikan akal budi kepada manusia untuk berpikir. Penekanan pengabaian akal budi memang merupakan jurus dan siasat si penyesat, agar umat tak lagi waspada, tak lagi menguji, sehingga mudah untuk disesatkan.
Situasi hidup yang memang terasa semakin berat, menjadi sebuah kondisi yang rentan terhadap sikap kritis umat. Umat terjebak kepada jalan pintas, tak rela bergumul. Dan, yang lebih berat lagi adalah umat cenderung menikmati berbagai kegiatan rohani sebagai wadah melarikan diri dari persoalan hidup yang sesungguhnya. Di situasi ini tak heran jika tempat kegiatan rohani yang menawarkan acara yang emosional, ritual pelepasan, menjadi daya tarik tersendiri. Doa tak ubahnya mantera, penumpangan tangan bagaikan pengaliran tenaga dalam, yang prakteknya mudah ditemukan di berbagai acara ritual lainnya. Yang beda, yang ini bungkus Kristen, yang lain bukan, tapi esensinya sama. Si penyesat pun semakin hebat karena panen besar menggarap umat yang kehilangan arah.
Semoga kita yang masih mencintai kebenaran yang seutuhnya terpanggil membuat barisan, merebut, atau paling tidak menolong umat agar tak terperangkap. Atau Anda akan berkata, “Ah itu bukan urusan saya, terserah masing-masing mau pilih yang mana.”
Namun yang pasti Alkitab tak pernah memberi pilihan, kecuali taat dan hidup sesuai ketetapan Firman TUHAN. Mazmur 119 : 105 — “ Firman-MU itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Selamat bijak, dan tak terjebak oleh tipu si penyesat, AMIN.
TUHAN YESUS Memberkati.

NATAL YANG DIKEHENDAKI BAYI DALAM PALUNGAN

Pernahkah Anda bertanya2 dlm hati bgmna malam Natal yg pertama itu dirayakan? Apakah Kerubim & Serafim -- para malaikat dgn tugas yg berbeda -- begitu sibuk mempersiapkan kedatangan Tuhan yg turun ke bumi dlm wujud bayi laki-2?
Para malaikat surgawi saat itu sibuk mempersiapkan pertunjukan yg luar biasa utk dinyatakan kpd para gembala. Sementara, malaikat lain menyusun rencana utk menampakkan sebuah bintang khusus yg akan menuntun orang2 majus. Mungkin pula, malaikat lainnya sdg mengawasi Yusuf & Maria tatkala mereka sdg menuju kandang domba.
Kita takkan pernah tahu dgn pasti apa yg sesungguhnya terjadi, namun yg kita ketahui adlh bhw ketika semua telah siap, "ALLAH MENGUTUS ANAK-NYA" (Galatia 4:4). Dan semua penghuni surga berkumpul tatkala Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala Tuhan itu MENANGGALKAN KEMULIAAN-NYA & meletakkannya di bawah kaki sang Bapa sembari berkata, "Engkau telah menyediakan tubuh bagiku .... Sungguh, Aku datang ... untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku" (Ibrani 10:5,7).
Persiapan yg dilakukan di surga begitu rumit, namun orang-orang di dunia yg terlibat dlm Natal YANG PERTAMA itu menyambut-Nya dgn SEDERHANA.
Orang-2 yg tdk meremehkan Natal itu adlh Maria, Yusuf, para gembala, orang majus -- tampak sangat BERSAHAJA. Tempat kelahiran-Nya pun sederhana, sebuah kandang kecil di sebuah kota yg kecil pula. Perayaannya juga sederhana.
Persembahan yang mereka berikan pun begitu SEDERHANA, namun TAK TERNILAI HARGANYA
Namun, pada saat yg sama ada juga orang2 yg kehilangan makna Natal SEJATI krn hanya disibukan hal-2 yg JASMANIAH. Natal adalah menghadirkan Kristus dalam HATI untuk hidup baru, bukan menghadirkan "BINTANG TAMU" berlabel "pujian & kesaksian".
Saya bertanya2 pd diri sendiri, apakah dlm bbrpa tahun terakhir ini saya jg telah kehilangan makna Natal yang sesungguhnya. Apakah saya terlalu sibuk & terlalu dikuasai oleh hal2 yg berbau materi & pujian orang ?
Lalu, bgmna dgn HADIAH kita bagi PRIBADI yang ulang tahun-Nya kita rayakan? Yang diminta-Nya adalah PENYERAHAN DIRI kita secara total. ITULAH NATAL SEJATI YG BERKENAN KPD TUHAN.
Amin

KEMEWAHAN NATAL DAN KEMATIAN FATAL

Tak kurang kisah buram seputar Natal di dalam Alkitab, namun tak juga cukup untuk menjadi pembelajaran umat. Seluruh kitab Injil sepakat mencatat ironi Natal, kisah kebodohan manusia yang tidak mengenal Tuhan yang menciptakannya. Yohanes dengan lugas mengisahkan penolakan umat terhadap sang Bayi Kudus, Allah pencipta semesta. Inilah wajah buram Natal. Yohanes 1:10-11, mengatakan: IA telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-NYA, tetapi dunia tidak mengenal-NYA. IA datang kepada milik kepunyaan-NYA, tetapi orang kepunyaan-NYA itu tidak menerima-NYA.
Natal yang sejati memang penuh air mata, dan lagu “MALAM KUDUS” dengan jeli telah memotretnya. Natal memang betul berita suka cita karena Juru Selamat datang. Namun permasalahannya adalah: SIAPA YANG MENYAMBUT DIA? Nyata nyatanya manusia tak menyambut DIA Yesus bayi Natal itu. Bukan itu saja, masih banyak sisi buram lainnya, namun semua dalam satu kisah yang sama betapa manusia tak memiliki KEPEKAAN untuk memahami kehadiran-NYA di muka bumi ini.
Ya, kehadiran Yesus Kristus bayi kudus itu, telah ditolak dan ternoda oleh perilaku manusia yang justru hendak diselamatkan-NYA. Oh… buramnya Natal di malam yang kudus. Di sana yang tampak nyata hanyalah kepongahan, ke-egoisan, ketidak pedulian manusia terhadap Anak Allah pemilik alam semesta.
Dia Anak Allah yang turun dari surga, yang telah melakukan perjalanan yang bukan saja sangat panjang, dari kekekalan kepada kesemantaraan, tetapi juga yang rela memilih tempat hina sebagai simpatiNYA kepada kelompok bawah, kelompok tersisih. Natal sebuah keberpihakan yang luar biasa.
Yah… semakin hari, semakin ke sini, semakin dekat dengan kita, Natal selalu buram, seburam Natal pertama, namun dalam bentuk yang berbeda. Jika dulu di Natal pertama Yesus yang terabaikan, kini mereka yang menjadi korban keganasan alam, atau mereka yang termiskinkan karena berbagai hal yang tak kuasa mereka hindari. Mereka hanya menjadi penonton kemewahan dan kemeriahan Natal. Mereka tak dapat berbaur, karena tak tersedia tempat, seperti Yesus yang juga tak punya tempat.
Cobalah lihat, tebaran perayaan Natal yang lebih mirip P E S T A ketimbang IBADAH. Atau pergelaran acara kelas raksasa yang justru tak mampu ber-intekasi secara utuh antar-umat, apalagi dengan gembala yang tampaknya semakin sulit terdekati, kecuali oleh orang dari kelas tertentu saja. Entah MENGAPA HARUS BESAR, katanya sih karena Tuhan itu besar. Padahal DIA tak pernah MEMINTA apalagi MEMERINTAH acara yang besar untuk diriNYA. Sudah jelas DIA memilih KESEDERHANAAN untuk diri-NYA. Yang sesungguhnya ada, adalah, kami bisa membuat yang besar, atau kami tak kalah besar dari yang lainnya. Padahal, besar dalam KESEJATIAN Natal adalah KERELAAN untuk menjadi TIADA, dan bukannya ADA. KERELAAN untuk menjadi KECILl, seperti Allah menjadi manusia, dan bukannya keinginan menjadi besar, seperti Adam ingin menjadi Allah.
Yah…kelihatannya Natal masa kini telah memilih jalur yang tak pas, atau malah jalur yang salah. Entah berapa besar biaya untuk sebuah Natal yang besar, baik secara ukuran maupun kemewahan. Cobalah pikirkan, ketika sebuah Natal besar berbiaya tinggi diselenggarakan, bukankah ada orang yang sedang kelaparan? Entah berapa ratus juta atau bahkan miliaran rupiah dana yang tersedot demi Natal yang besar. Sementara, entah berapa banyak mereka yang membutuhkan makanan untuk menyambung kehidupan. Lebih tragis lagi, ada korban yang mati kelaparan sementara lagu-lagu Natal dikumandangkan, dan hidangan Natal melimpah berlebihan. Mungkin anda akan berkata terlalu berlebihan, didramatisir, atau apapun juga. Tapi yang pasti, data mencatat, bahwa memang tiap menit ada kematian karena kelaparan dimuka bumi ini.
Pantas, jika Yesus berkata, “Enyahlah dari hadapan-KU, hai kamu orang orang terkutuk, enyah-lah ke dalam api yang kekal yang telah tersedia untuk iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika AKU lapar, kamu tidak memberi AKU makan; ketika AKU haus kamu tidak memberi AKU minum, ketika AKU orang asing, kamu tidak memberi AKU tumpangan, ketika AKU telanjang, kamu tidak memberi AKU pakaian, ketika AKU sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat AKU”.
Lalu merekapun menjawab DIA, katanya, “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau”. Maka IA akan menja-wab mereka, “AKU berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk AKU (Matius 25:42-45)”.
Semakin besar gereja, semakin banyak asetnya, seringkali gereja semakin sibuk dengan urusan internalnya. Gereja lalai akan panggilannya, gereja hanyut dalam keasyikannya sebagai yang besar dan penting. Tragisnya, disituasi seperti itu gereja justru merasa sangat maju dan diberkati. Maklumlah, keka-yaan dan keunggulan kuantitas telah menjadi ukuran diberkati Tuhan. Maka sekali lagi, tidaklah mengherankan gugatan Yesus kepada orang percaya atas kelalaian mereka untuk peduli pada sesama, yang tersisih karena kehinaan, kemiskinan atau pun yang terpuruk karena kesalahan yang dilaku-kannya.
Membuat sebuah acara besar, tentu tak segera bisa disebut dosa. Namun melupakan mereka yang terpinggirkan juga jelas sebuah kesalahan yang fatal: kesalahan yang mengundang murka Tuhan. Tak perlu membantah karena semua tampak nyata. Betapa ironisnya jika Natal, malam damai, ternyata tak menjadi damai bagi mereka yang tersisih. Uang tertumpah ke tempat yang salah, sebuah kebesaran acara, dan tertahan ke arah mereka yang justru sangat membutuhkannya demi hidup. Bagaimanapun, ada tersedia jutaan alasan, namun yang diperlukan hanyalah satu kejujuran akan kebenaran. Sudahkah kita melakukannya di malam Natal?
Sangat nyata, kita perlu belajar bersama menghitung ulang seluruh pembiayaan Natal, dan bertanya seberapa besar kepeduliaan pada mereka yang susah. Dan, alangkah indahnya jika kita mengumpulkan dana Natal dalam semangat berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Dengan demikian kita menghadirkan Natal yang damai, karena Natal itu memang damai di Bumi. Damai melalui orang percaya yang memengaruhi dunia.
Alangkah merdunya lagu Natal, syahdunya lonceng gereja, dan membahagiakan bagi setiap orang percaya. Bahagia bukan karena acara Natalnya, tapi karena se-mangatnya, semangat membagi damai yang seutuhnya.
Awas, jangan sampai terperangkap pada kemewahan Natal, dan di saat bersamaan ada kematian yang fatal. Fatal, karena kematian terjadi akibat ketidakpedulian di malam kedamaian. Bukankah ini berarti krisis besar telah terjadi di perayaan Natal yang besar? Tapi juga, jangan bersembunyi dibalik kunjung kepenjara, panti asuhan, atau orang yang terpinggirkan, lalu merasa kita telah berbuat. Ini bukan hanya sebuah momentum tapi pelayanan yang berkelanjutan.
Sekali lagi, tak perlu anti-besar, tapi perlu sekali BERHATI BESAR. Tak perlu anti biaya tinggi, tapi untuk BELAJAR BERBAGI. Tak perlu anti perayaan Natal, tapi perlu Natal bersama mereka, yang memang membutuhkan sentuhan DAMAI Natal itu. Mari memahami KESEJATIAN Natal dan melakukan apa yang memang menjadi tuntutan Tuhan yang bersifat final. Selamat hari Natal, bukan harinya tapi SEMANGATNYA. Selamat merayakan Natal, bukan acaranya tapi KEHADIRAN NYATA, Tuhan Yesus sang bayi Natal dalam hidupmu.
Amin..

TIPUAN DALAM NUBUATAN DAN PENGLIHATAN

YEREMIA hidup di tengah situasi kehidupan Yehuda yang tak menentu. Secara politis ada kekalahan besar di sana, yakni rontoknya kekuasaan Yehuda dan kuatnya cengkeraman kerajaan Babel yang kafir. Ah, sebuah ironi, bangsa pilihan takluk bahkan menjadi bangsa buangan. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan, yang perlu disadari umat di sepanjang perguliran waktu. Kalimat-kalimat semu yang mengatakan bahwa umat Tuhan tak akan pernah kalah, harus diteliti dengan cermat. Di situasi yang seperti apa? Ketaatan yang sejati, atau kepalsuan ritual agamawi. Yeremia sendiri, betul-betul menjadi sendiri, ketika dia memilih taat sepenuhnya pada kehendak Allah.
Di tengah kehidupan Yehuda, Yeremia bersikap tegas bahkan tak segan beroposisi dengan istana. Yeremia memang kalah secara politis, namun dia memiliki catatan kemenangan tersendiri dalam keberimanannya. Yeremia kalah secara kuantitas, tetapi menang secara kualitas. Sebuah situasi yang seringkali tak disukai oleh kebanyakan orang, bahkan oleh mereka yang menyebut diri pelayan Tuhan. Namun Yeremia secara konsisten menempatkan diri dengan benar, tak terbawa arus kebanyakan. Di sisi lain, ternyata cukup panjang deretan nabi yang bernubuat palsu dengan penglihatan bohong mereka.
Tuhan berfirman kepada Yeremia: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-KU! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong, dan tipuan rekaan hatinya sendiri” (Yeremia 14:14).
Yeremia coba memohon kepada Tuhan, agar murka-NYA tak melebar kepada umat, tapi hanya kepada para nabi yang bernubuat palsu itu. Tapi dengan tegas pula Tuhan berkata tak akan menunda hukuman bagi bangsa itu (Yeremia 15:1). Yeremia coba memohon, karena berpikir bahwa umat hanyalah korban dari penyesatan para nabi dengan nubuat palsu mereka (Yeremia 14:17-22). Namun menarik, Tuhan tak berpandangan seperti itu. Tuhan memandang umat bersalah, karena sudah seharusnya mereka tak mengikuti nubuatan palsu, bahkan sebaliknya, sudah seharusnya mereka mengenali kepalsuan itu.
Menarik situasi ini. Ada umat yang tertipu dengan nubuatan palsu dari nabi-nabi penyeleweng, padahal saat yang bersamaan Yeremia selalu meneriakkan kebenaran. Dari sini dengan mudah kita segera menangkap kesalahan posisi umat di Yehuda. Mereka lebih tertarik pada nubuatan palsu yang memang selalu cenderung menyenangkan telinga, dan menarik untuk dinalar. Bahkan raja pun memberi telinga untuk nubuatan mereka. Menagapa? Lagi-lagi karena sangat berpusat pada diri dan memuaskan hati. Mereka mengabaikan kebenaran Tuhan yang disampaikan Yeremia, karena tidak populis, dan sangat berpusat kepada Tuhan. Ini seringkali dinilai mengabaikan kemanusiaan, yaitu kemudahan dan kepuasan diri.
Nubuatan-nubuatan palsu lebih mendapat tempat di hati umat. Mereka tetap menyebut nama Tuhan, sekalipun itu bukan kehendak Tuhan. Mereka memuji Tuhan sekalipun diselimuti oleh kepalsuan. Ya, mereka merasa nikmat, karena mereka ada dalam posisi beragama lengkap dengan segala ritualnya, namun di sisi lain keinginan hati terpenuhi. Jika mengikut ucapan Yeremia sang nabi yang berjalan dalam kebenaran, ya sudah pasti mereka berjalan dalam jalan Tuhan, namun keinginan hati tak akan terpenuhi. Karena kehendak Tuhan selalu menuntut penyangkalan diri, dan keberanian menikmati kepahitan hidup dalam menjalani kebenaran.
Ya, pilihan hidup benar memang tak populer, tak menyenangkan. Terlalu murni, tak ada seni tipu di sana. Mungkin Anda kaget. Tapi ternyata memang benar, seni tipu yang mewarnai tiap langkah manusia berdosa memberi warna dan kenikmatan tersendiri. Ada ketegangan dalam tipuan, namun kenikmatan karena bisa memainkan tipuan, dan semua kendali ada pada diri. Baik si nabi penubuat palsu maupun umat si penikmat, sama-sama terperangkap oleh kepuasan yang ditawarkan setan. Dan yang namanya palsu memang selalu lebih banyak penggemarnya. Jadi, dari situasi di mana ada nabi sekelas Yeremia yang konsisten menyuarakan kebenaran, di mana ada penglihatan dan nubuatan, tetap saja menjadi kalah populer dibanding nabi yang menubuatkan kepalsuan.
Melihat kenyataan ini, tak heran jika sepanjang jaman nabi palsu dengan jutaan tipuannya selalu memiliki pengikut dalam jumlah yang banyak. Bahkan di masa Tuhan Yesus sendiri, lebih banyak umat yang selalu beribadat, berdoa siang dan malam, berpuasa satu minggu dua kali, tak pernah alpa dalam persembahan dan perpuluhan, membuktikan diri sebagai si munafik. Kepalsuan mereka dengan segera nyata ketika mereka menyatu dalam teriakan: “Salibkan DIA!” Arus itu begitu derasnya, padahal sebagian besar dari mereka telah melihat bahkan menikmati anugerah dan kuasa ilahi dalam Yesus Kristus.
Ingatlah berbagai peristiwa mukjizat yang dilakukan Yesus, dan betapa banyaknya mereka yang terlibat di sana. Di kebenaran dengan segera mereka berganti posisi, tak berpihak pada Kristus Sang Kebenaran, melainkan kenikmatan posisi sesaat. Kepalsuan demi kepalsuan terus bergulir hingga saat ini. Bahkan di era kini tipuan semakin menggila karena terfasilitasi oleh kecanggihan teknologi. Keunggulan teknologi dengan segera menjadi alat ampuh nabi-nabi palsu. Nabi-nabi yang mengangkat diri sendiri dengan konfirmasi di lingkungannya sendiri, dan lebih ironis lagi, dilegalitas hanya karena berbagai keunggulan yang tampak seperti bersaing dengan dunia paranormal, atau perdukunan. Mereka bernubuat, yang oleh Tuhan disebut sebagai ramalan kosong. Namun hebatnya, ada ketepatan yang terjadi di sana.
Bagaimana ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana dan amat sangat mudah: karena setan adalah pemalsu terbaik, bahkan dengan berbagai fenomena keajaiban. Dan, Alkitab sudah mengatakan ini berulangkali sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Tapi saat yang bersamaan berulangkali pula umat tertipu dengan tipuan nabi-nabi palsu. Persis seperti jaman Yeremia, padahal di waktu lampau sudah ada berbagai contoh, seperti Bileam, atau pun Zedekia si nabi palsu di era raja Ahab, dan berbagai kisah lainnya. Tapi, lagi-lagi umat terperosok di lobang yang sama. Karena itu, juga tidak mengherankan jika Tuhan murka kepada umat, dan tidak mendengarkan rintihan Yeremia. Ya, Yeremia yang masih berharap belas kasihan Tuhan atas bangsanya. Yeremia sadar, jika Tuhan murka umat akan binasa. Namun ketakutan Yeremia tak mampu memahami murka Allah karena kesuciaan-NYA dinodai. Betapa pentingnya kepekaan umat akan kebenaran Allah. Umat harus terus was-was, karena kepalsuan tak pernah berhenti, bahkan cenderung semakin menghebat dan tampak sangat bersahabat. Berbagai tipuan akan menyesatkan. Awas, Tuhan akan murka karenanya.
Karena itu, agar tak dimurkai Allah hendaklan kita dapat mengenali kebenaran. Nabi-nabi palsu adalah mereka yang selalu berceramah betapa mudahnya jalan hidup, betapa hebatnya Anda. Kemudahan dan pujian akan terus ditumpahkan, hingga Anda terlena. Lalu berbagai fenomena, atau hal-hal yang dibesar-besarkan, akan terus dikisahkan. Dan, tak berhenti sampai di situ, mereka akan banyak berkisah tentang sukses, materi, kuasa yang memang Anda inginkan. Tepatnya, semua cocok dengan keinginan kita, yang walaupun dengan jujur kita sadari itu bukan kehendak Tuhan. Namun hati ditekan, telinga dimanjakan, dan umat bersembunyi di balik kata-kata: “Ini hamba Tuhan”.
Dulu mereka menyebut langsung tentang materi, tapi kini mereka sembunyikan dalam ucapan bersayap. Tapi yang pasti, hamba kepalsuan selalu berambisi hidup dalam kegelimangan materi yang tak bertepi. Semoga Anda tak terjebak dalam kepalsuan nubuatan dan penglihatan, agar murka Tuhan tak jatuh atas diri Anda. Semoga Anda setia, dan semakin mencitai kebenaran, agar kepalsuan ditelanjangi. Ya, semoga. Amin...

BEBAN YESUS

Dua ribu tahun bukanlah waktu yang singkat. Selama hampir 2000 tahun ini gereja telah melewati tahun-tahun sejarah yang panjang. Gereja sudah belajar banyak bagaimana mengiring Tuhan, Majikan dan Juru-Selamatnya yaitu Tuhan Yesus Kristus. Sekarang seharusnya gereja sudah menjadi dewasa ROHANI. Gereja harus sudah mulai memahami pikiran dan perasaan ALLAH serta berjalan se-VISI dengan Tuhan. Apalagi menjelang kedatangan Tuhan ke dua kali ke dunia yang tentunya semakin dekat. Gereja harus sudah menjadi geraja yang matang secara ROH. Kedewasaan dan kematangan gereja Tuhan dapat diukur dari sikapnya terhada BEBAN yang ada pada Tuhan. Apakah gereja Tuhan mau mengerti dan peduli terhadap beban Tuhan tsb ? Apakah gereja Tuhan dapat memahami keprihatinan, duka-cita dalam hati Tuhan melihat keadaan dunia yang sedang bergulir menuju kegelapan ? Ketika itu murid-murid Tuhan Yesus, orang percaya yang belum dewasa, turut hanyut dalam gelombang orang-orang Yahudi yang tidak memahami kehendak ALLAH. Mereka tidak mengerti maksud Tuhan Yesus datang ke YERUSALEM, beberapa hari sebelum penyaliban-Nya. Mereka mengelu-elukan-Nya dengan berharap Tuhan Yesus mau membebaskan mereka dari penjajahan kerajaan asing yaitu kekaisaran Romawi, padahal kedatangan Tuhan Yesus ke Yerusalem adalah untuk MEMIKUL SALIB (Yoh 12:12-18). Mereka mengharapkan BERKAT DUNIAWI sesuai selera dan cita rasa dunia, tetapi Tuhan memiliki pandangan dan rancangan lain. Tuhan menyediakan berkat yang JAUH LEBIH BERNILAI, jauh lebih baik dari berkat duniawi. Dalam hal ini terjadi benturan kepentingan antara Tuhan dan manusia.
Hendaknya kita sebagai umat Tuhan tidak salah mengerti dalam merayakan NATAL. Tuhan Yesus datang bukan untuk PLESIRAN. IA datang bukan untuk memuaskan ambisi dan ego-Nya sendiri. IA data bukan untuk menciptakan PESTA DUNIAWI kepada manusia atau sukacita duniawi menurut anggapan, pandangan dan cita rasa manusia. IA datang untuk menjalankan tugas PENYELAMATAN. Untuk tugas penyelamatan ini Tuhan Yesus mempertaruhkan seluruh hidup-Nya bagi KEPENTINGAN BAPA Sorgawi.
Dalam kitab FILIPI dikatakan, bahwa IA menghampakan diri-Nya dan menjadi sama seperti manusia. Kedatangan-Nya di kandang domba sudah merupakan isyarat yang jelas bahwa IA datang untuk suatu tugas besar yang MENUNTUT PENGORBANAN. IA datang bukan untuk DILAYANI tetapi menyerahkan NYAWA-NYA menjadi tebusan bagi banyak orang. (Markus 10:45). SUDAH SAATNYA KITA MERAYAKAN NATAL DENGAN MEMBERIKAN PERHATIAN TERHADAP BEBAN YANG ADA DI HATI TUHAN YESUS TERHADAP KEADAAN DUNIA YANG SANGAT MENYEDIHKAN HARI-HARI INI. Jika kita mengerti beban di hati Tuhan Yesus ini, maka kita tidak akan merayakan NATAL secara KELIRU.
Amin...

KEPRIHATINAN YESUS

Dengan kelahiran Tuhan Yesus di kandang Bethlehem IA hendak menunjukan solidaritas dan keprihatinan-NYA kepada manusia. Kandang domba bisa menjadi gambaran dari keadaan manusia yang menyedihkan (MISERABLE). Tuhan turun ke dunia di tengah-tengah keadaan manusia yang sudah jatuh, jauh dari standar kemuliaan ALLAH yang mestinya dimiliki manusia. Mengamati penciptaan alam semesta dan keadaan manusia mula-mula yang berkeadaan serupa dan segambar dengan ALLAH, betapa sempurnanya TUHAN menciptakan dunia ini dan manusia di dalamnya. Tetapi karena DOSA, bumi dan manusia tidak lagi menjadi seperti keadaaan semula diciptakan. KEHINAAN ini dilukiskan dengan KANDANG DOMBA tempat Tuhan Yesus dilahirkan.
Tuhan Yesus pun datang tidak dalam keadaan sebagai ALLAH BAPA yang memiliki segala kemuliaan-NYA yang tiada batas. Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus mengosongkan diri-NYA sendiri dan mengambil rupa seorang HAMBA dan menjadi sama dengan manuisa (Filipi 2:5-7). IA sungguh-sungguh merendahkan diri dengan keadaan yang dalam segala hal disamakan dengan MANUSIA (IBR 2:17). Dari tindakan Tuhan Yesus ini nampak jelas sikap solidaritas-Nya yang sangat MENGAGUMKAN. Tindakan ALLAH ANAK ini dapat dijadikan sebagai suatu tegoran dan peringatan BETAPA GAWATNYA keadaan manusia, betapa dahsyat kerusakan yang dialami dunia ini. Karena hal itu ALLAH sangat prihatin.
Dalam INJIL kita menemukan beberapa peristiwa yang menunjukkan KEPRIHATINAN TUHAN terhadap keadaan manusia. Tuhan Yesus menangisi YERUSALEM dan dengan seruan-NYA : “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu ! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya dibawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau” (Luk 13:34). Juga dalam kisah mengenai LAZARUS yang mati tetapi kenyataan adanya kematian. Kematian bukanlah realitas yang dirancang oleh ALLAH BAPA. Dari fakta sikap keprihatinan ALLAH ini kita diingatkan betapa keadaan kita ini sangat MENYEDIHKAN. Manusia telah kehilangan DAMAI, rusak moralnya dan menuju KEBINASAAN.
ALLAH menjadi manusia dan mengalami penderitaan yang maha hebat yang nanti PUNCAK PELAYANAN-NYA di KAYU SALIB. Ini dimaksudkan agar kita tahu bahwa ALLAH pernah merasakan apa yang kita rasakan. IA tahu keadaan kita dengan sempurna, dengan demikian ia dapat menolong orang dari segala masalah (IBR 4:15). BERBAHAGIALAH orang yang menyadari akan KEPRIHATINAN TUHAN YESUS ini karena ia akan dipermuliakan bersama-NYA di Rumah BAPA. AMIN
“Para sedulur sedoyo ingkang kinasih ing GUSTI YESUS,
Kulo ngaturaken : SUGENG NATAL lan WARSO ENGGAL’14
Mugi-mugi tansah binerkahan GUSTI selaminyo. Nuwun”.

BERDAMAILAH DENGAN ALLAH

Seharusnya realtias kematian yang bisa menjemput orang setiap saat, menjadi sesuatu yang MENGGETARKAN JIWA. Kalau seseorang sudah tidak tergetarkan oleh realitas ini, maka ia tidak pernah takut akan Allah. Manusia lebih digetarkan oleh banyak hal duniawi yang bersifat FANA, tetapi tidak dengan Allah. Seharusnya seseorang tergetarkan oleh realitas ini sehingga sungguh-sungguh menjadi takut dan berdamai dengan Allah secara benar. Harus diperhatikan, bahwa SESEORANG YANG DATANG KE GEREJA SAJA BELUM BERARTI BERDAMAI DENGAN ALLAH. Perdamaian dengan Allah ditandai dengan kesediaan hidup menurut segala keinginan-Nya. Dewasa ini penyesatan kepada jemaat yaitu dikesankannya, kalau sudah percaya kepada Tuhan Yesus dan pergi ke gereja berarti sudah berdamai dengan Allah. Padahal mereka tidak tahu bagaimana semestinya percayanya itu. Mereka telah tertipu oleh gereja tertentu dan rezimnya yang men-DEVALUASI kebenaran. Mereka merasa sudah nyaman dan merasa telah memiliki jaminan keselamatan. Padahal keselamatan harus dikerjakan sejak masih hidup didunia. Perpindahan ke Sorga bukan nanti setelah mati. Sejak hidup di dunia ini harus melakukan perpindahan. Tuhan Yesus berkata: "Karena dimana hartamu berada, disitu juga hatimu berada" (Mat. 6:21).
Tuhan Yesus mengatakan agar manusia takut akan Allah yang berkuasa, yang bukan saja dapat membunuh tubuh tetapi yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Mat. 10:28). Takut akan Allah harus diwujudkan secara konkrit dalam kehidupan dengan melakukan kehendak-Nya. Kenyataannya dalam kehidupan orang Kristen, jangankan melakukan kehendak-Nya, mengerti kehendak-Nya saja, tidak dapat. Bagaimana bisa mengerti kehendak-Nya kalau tidak memiliki KECERDASAN ROH atau KEPEKAAN ? Bagaimana memiliki kecerdasan roh kalau tidak belajar Injil dengan benar? Belajar Injil dengan benar artinya tekun dan sungguh-sungguh, berani mengorbankan yang lain, lebih dari mengasihi dunia ini. Orang yang mengasihi dunia pikirannya menjadi gelap, ia tidak akan bisa mengerti kebenaran (Luk. 16:11). Sehingga gaya hidupnya pun tidak sesuai dengan standar Allah. Orang-orang yang dibawah standar Allah ini tidak bisa berjalan dengan Tuhan (hubungannya dengan Allah tidak harmonis). Mereka belum bersekutu dengan Allah Bapa. Inilah yang dimaksud dengan belum berdamai dengan Allah. Dalam hal ini perdamaian dengan Allah bukan saja pengakuan atau status, tetapi sebuah keberadaan yang konkrit dimana seseorang bersekutu dengan Tuhan secara harmoni. Itulah sebabnya kalimat "diperdamaikan dengan Allah" menuntut respon dua belah pihak. Allah menyediakan fasilitas perdamaian, manusia meresponi dengan tanggung jawab.
Amin...

SAKITNYA KEHILANGAN KESENANGAN

Setiap orang berusaha untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan akan mengalami "sakit"nya ketika harus melakukan keinginan BAPA dan membunuh keinginan sendiri. Proses melepaskan kesenangan sendiri ini dimulai dari hal-hal sederhana yang tidak sulit untuk dilepaskan. Tapi pada akhirnya ia harus melepaskan kesenangan yang sudah menyatu dengan dirinya, yaitu kesenangan yang SEHARGA dengan nyawa atau hidupnya. Kesenangan-kesenangan yang tidak mudah bisa dilepaskan. Kesenangan itu bisa berupa seseorang atau sesuatu, kekayaan, kehormatan, kedudukan, kenikmatan makan minum atau pesta, libido seks, hobby, perhiasan, model pakaian dan lain sebagainya. Kesenangan yang paling dianggap tidak melanggar kehendak Tuhan adalah hidup wajar seperti manusia lain. Sebenarnya itu juga kesenangan yang harus dilepaskan.
Kehidupan sebagai anak-anak Tuhan adalah KEHIDUPAN yang TIDAK WAJAR menurut DUNIA, kehidupan yang tidak memiliki kesenangan selain menyukakan HATI ALLAH BAPA. Kesenangan-kesenangan hidup ini menjadi seperti wilayah dalam kerajaannya yang tidak akan diserahkan kepada pihak manapun. Melepaskan suatu kesenangan seperti MENCABUT NYAWA.
Sungguh sangat menyakitkan. Hal inilah yang membuat seseorang menahan diri untuk mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan secara BENAR.
Dalam hal ini seseorang bisa membuktikan kecintaanya kepada Tuhan, yaitu ketika ia bersedia melepaskan segala sesuatu dan menjadikan Tuhan sebagai KESUKAAN hidupnya. Akhirnya tidak ada lagi kesenangan yang disisakan kecuali menyenangkan hati Tuhan. Orang-orang seperti ini di Alkitab katakan sebagai PERAWAN SUCI yang tidak menajiskan diri dengan "pasangan lain", artinya tidak memiliki berhala (2Kor. 11:2-3).
Harus diingat bahwa orang yang tidak mengasihi Tuhan,
adalah terkutuk.
Banyak orang merasa sudah mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan atau menyerahkan diri kepada-Nya dan merasa sudah meninggalkan kenyamanan. Padahal yang ditinggalkan hanyalah kesenangan-kesenangan KECIL yang sangat mudah untuk dibuang. Di dalam kedalaman hatinya masih BERTAHTA banyak kesenangan yang tidak terbaca oleh siapapun. Ia sendiri jangan-jangan tidak bisa mendeteksi karena selain tidak jujur terhadap dirinya sendiri, ia pun tidak memiliki kecerdasan untuk mengenalinya dengan baik. Kalau seseorang sungguh-sungguh berhasrat mau berkenan kepada Tuhan, maka TUhan pasti membuka pikirannya untukmengenali dirinya dengan benar. Tetapi kalau seseorang memang tidak berhasrat untuk itu, ia tidak akan pernah mengenali dirinya dengan benar dan tidak akan pernah berkenan kepada Tuhan. Amin

TERSESAT DI DALAM GEREJA

HAI orang orang munafik! Benarlah nubuat YESAYA tentang kamu, “BANGSA INI MEMULIAKAN AKU DENGAN BIBIRNYA, PADAHAL HATINYA JAUH DARI PADA-KU. PERCUMA MEREKA BERIBADAH KEPADA-KU, SEDANGKAN AJARAN YANG MEREKA AJARKAN IALAH PERINTAH MANUSIA (Matius 15: 7-9, & Yesaya 29: 13).
Ini adalah KRITIK PEDAS YESUS kepada orang FARISI dan AHLI TAURAT yang selalu bangga dengan “SEJUTA” ritual mereka. Kritik yang jika diucapkan di kekinian masa pasti akan dicerca sebagai KESOMBONGAN. Dunia memang semakin dipenuhi awan relativisme, di mana kebenaran sering kali dipandang sebagai kesombongan, bahkan tidak BERPERIKEMANUSIAAN. Celakanya, GEREJA yang seharusnya berperan sebagai lokomotif kebenaran ternyata terjebak dalam KEAMBIGUAN. Satu sisi gereja ingin menyuarakan kebenaran sepenuhnya, namun di sisi lain MENGINGINKAN SIMPATI DUNIA, sehingga RELA BERKOMPROMI DENGAN RELATIVISME. Ayat-ayat suci Alkitab dipelintir untuk kepentingan-kepentingan argumentasi kristianinya. Ada yang menekankan ritual-ritual sedemikian ketatnya, tak boleh begini tak boleh begitu, dilakukan dalam rangka mengklaim diri sebagai yang suci, dekat dengan Allah sang pencipta. Pensakralan ritual sangat luar biasa, baik pujian, puasa, hingga persembahan, khususnya persepuluhan. Semua baik-baik saja, sayangnya, dalam penekanan ritual itu, gereja justru KEHILANGAN PEMAKNAAN SPRITUALNYA.
Merasa diri terbaik, suci dan dekat dekat dengan sorga. Inilah yang terjadi pada orang-orang Farisi, mereka merasa telah melakukan segalanya, tapi KEHILANGAN INTINYA. Ingat kisah pemuda kaya yang merindukan hidup yang kekal. Dia menjawab pertanyaan Yesus dengan lugasnya, bahwa dia tidak mencuri, tidak membunuh, dan hal lainnya seturut hukum Taurat. Semua ritual kehidupan telah dijalankan. NAMUN KETIKA YESUS MEMINTA DIA MENJUAL SEMUA HARTANYA DAN MENGIKUT YESUS, DIA MUNDUR TERATUR. Dia tak siap dengan spiritual hidup kekal, yaitu bukan hanya mengikuti ritual tetapi juga intinya, yaitu spiritual, dan dalam kasus ini adalah KASIH KEPADA SESAMA. Itu berarti berani berkorban untuk sesama, apalagi harta. Merasa telah melakukan semua ritual keagamaan dengan baik, orang Farisi mampu membusungkan dada dalam kesombongan agama yang kosong. Dikritik Yesus bertubi-tubi membuat mereka marah. Aslinya keluar tuntas, yaitu semangat membunuh yang sadis. YA, MEREKA MENJADI PENJAHAT YANG PALING JAHAT, MEMFITNAH YESUS, MENJALANKAN SUAP, MENYALIBKAN YESUS, TANPA PERNAH MEMBUKTIKAN SEDIKIT PUN KESALAHAN YESUS.
Ironi demi ironi keagamaan terus terjadi dari masa ke masa. Semua dalam lakon yang sama terjebak dalam ibadah, terjebak dalam ritual, kehilangan spiritual. Terjebak dalam ritual, MEMBUAT GEREJA SEMAKIN HARI SEMAKIN JAHAT, HANYA PEDULI PADA DIRI/ORGANISASI BUKAN SESAMA. Senantiasa menyebut Allah, tapi tidak melakukan kehendak Nya. SORGA TERUCAP, TAPI CARA HIDUP TAK ADA MIRIPNYA. Belum lagi mereka yang menyebut diri gerakan yang suci, tapi menghalalkan cara yang berlawanan dengan hukum, bahkan memaksakan kehendak atas nama cinta Tuhan. Di sisi lain, ada juga gereja yang justru mengobral kasih. DEMI TAK KEHILANGAN UMAT YANG BERDUIT DAN BERGELIMANG HARTA, MAKA KATA-KATA ANUGERAH DICURAHKAN TANPA BATAS. Setiap kesalahan, dosa yang diperbuat umat, bukan lagi kesalahan, atau tanggung jawab pribadi umat. SEMUA KESALAHAN DILEMPARKAN KEPADA ROH-ROH. SEORANG BERJINAH, TAK LEBIH DARI MEREKA YANG DIRASUK ROH JINAH, YANG SALAH ROHNYA BUKAN ORANGNYA. SEBAGAI PRIBADI DIA TAK LAGI PERLU BERTANGGUNG JAWAB ATAS PERJINAHANNYA, KARENA YANG BERSALAH ADALAH ROH JINAH.
Menyenangkan bukan? Dan sudah tentu para penjinah akan betah ada di sana. Mereka berjinah, namun tak bersalah terhadap Allah yang sudah melarang dengan tegas. Dianggap tak melanggar Alkitab sekali pun jelas tertulis di sana. Padahal, tak sedikit mereka yang jatuh dalam perjinahan, mengakui mereka salah, tak seharusnya berbuat demikian. Di sini diberlakukan ritual pengampunan dengan cara kompensasi. Yang pertama tentu saja ritual pelepasan dari roh jinah. Tak jelas lepas atau tidak, tapi yang pasti, setelah ritual pelepasan maka dianggap yang bersangkutan telah bebas, lepas dari roh jinah. Yang penting, yang melakukan pelepasan adalah mereka yang dianggap ahlinya dan “penuh kuasa” Tuhan. Jadi ada semacam profesi baru yang tidak jelas letaknya di dalam Alkitab. Lalu yang dilepaskan dari roh jinah BERSAKSI, DIIRINGI AIR MATA, TERASA SANGAT MENCEKAM. SEMUA GEMBIRA, NAMUN IRONISNYA BELUM GENAP SETAHUN ATAU KALAU BERUNTUNG LEBIH LAMA SEDIKIT, PERISTIWA ITU KEMBALI LAGI. Maka, ya sederhana saja, pelepasan lagi. Ingat, pribadi itu tak bersalah, yang salah roh jinahnya. Setelah itu, ya persembahan khusus.
PERSEMBAHAN AKAN MEMILIKI DAMPAK PENYUCIAN. Hebat kan. Tempat seperti ini sudah bisa dipastikan akan penuh dengan mereka yang suka kompromi dan bersembunyi di balik ritual-ritual yang dibangun sendiri, dan seenaknya. Alkitab dipelintir untuk mendukungnya. Kasih karunia Allah yang besar selalu tersedia dan cukup untuk mengampuni tiap-tiap dosa yang diperbuat, menjadi alasan pembenarannya. Dosa apa saja yang dilakukan umat, bukan apa-apa, Allah maha pengampun dan Yesus Kristus telah tersalib untuk menebus dosa-dosa kita. Tampaknya benar bukan? Namun di balik semua itu, berita yang ingin disampaikan adalah, Anda berbuat dosa, tidak apa-apa, ada banyak kasih karunia. Padahal dalam Alkitab, jelas sekali tercatat, bahwa setiap Yesus usai melayani orang yang berdosa, pesannya sangat tegas, “JANGAN BERBUAT DOSA LAGI!”
Terjadi pemelintiran, yang sangat kentara. Umat bukan tak tahu, tapi lebih banyak yang pura-pura tak tahu, karena mereka betah dalam keremangan dosa. Gereja yang menekannkan ritual-ritual, baik dalam konteks cara beribadah seperti pujian, puasa, persepuluhan, atau yang menekankan pengampunan tak bertepi sehingga perbuatan dosa tak mengapa, SANGAT MENCEMASKAN. Ini bagaikan virus yang menggerogoti gereja terus- menerus. Namun di sisi lain, penggemar untuk masuk barisan ini sangat panjang, sehingga IBADAH SEPERTI INI TAK PERNAH KEKURANGAN PESERTA, BAHKAN MEMBELUDAK. Nah, pembeludakan peserta pun disambar dan dijadikan alasan pembenaran, bahwa gereja ini diberkati Allah.
Amin....
Slamet Murdianto

PINTU SORGA DITUTUP OLEH PEMUKA AGAMA

APA iiyaaa, pintu sorga ditutup oleh pemuka agama? Bukankah mereka seharusnya adalah penunjuk jalan ke sorga, yang menolong umat, bukan sebaliknya menyesatkan umat, apalagi menutup pintu ke sorga. Adalah Yesus sendiri yang mengatakan hal ini: “CELAKALAH KAMU, HAI AHLI-AHLI TAURAT DAN ORANG-ORANG FARISI, HAI KAMU ORANG-ORANG MUNAFIK, KARENA KAMU MENUTUP PINTU-PINTU KERAJAAN SORGA DI DEPAN ORANG. SEBAB KAMU SENDIRI TIDAK MASUK DAN KAMU MERINTANGI MEREKA YANG BERUSAHA UNTUK MASUK” (MATIUS 23:13). Sebuah ucapan yang sangat keras, jelas, yang menjadi ciri khas Yesus dalam menyatakan kebenaran. Tak pernah bersembunyi, apalagi mengurangi kebenaran. YESUS SELALU MENYATAKAN KEBENARAN, DAN SELALU SIAP DENGAN SEGALA KONSEKUENSI yang mungkin terjadi. Mengapa kritik keras itu meluncur dari mulut Yesus yang juga dikenal sebagai orang yang panjang sabar?
AHLI TAURAT, orang-orang FARISI, adalah pemuka agama yang selalu merasa menjadi agen tunggal Allah, karena posisi yang mereka duduki. Berbagai kepongahan dalam kerohanian mereka bukan saja tampak kasat mata, bahkan seringkali sengaja mereka DEMONSTRASIKAN SECARA TAK TERPUJI. Merasa menjadi penerus Musa, mereka menempatkan diri bukan untuk mengabdi, melainkan menduduki kursi kekuasaan. Membuat berbagai peraturan keagamaan yang harus dijalani umat, namun sebagai pemimpin rohani mereka sendiri membebaskan diri. Pas, seperti pengkhotbah yang selalu meminta umat untuk memberi, namun dia sendiri tak tertib memberi. AHLI TAURAT MENDEMONSTRASIKAN PEMBERIAN PERSEPULUHAN, NAMUN SAAT YANG BERSAMAAN MEREKA MENGABAIKAN KEADILAN, BELAS KASIHAN, DAN KESETIAAN (MATIUS 23: 23).
Semua tindakannya tak pernah murni, selalu penuh dengan trik dan berselubung kemunafikan. KATA-KATA KHOTBAH SANGAT INDAH DAN SARAT DENGAN KEBENARAN, NAMUN KELAKUAN BERTOLAK BELAKANG. Yesus pernah berkata tentang mereka, supaya murid-murid mendengar apa yang mereka katakan, tapi awas, jangan sampai meniru kelakuannya. Sungguh licin, dan menjatuhkan banyak orang. TAK HERAN JIKA AHLI-AHLI TAURAT, ORANG-ORANG FARISI DISEBUT SEBAGAI PENUTUP PINTU KE SORGA. Sebagai pemuka agama, kesombongan mereka telah menjadi batu sandungan yang sangat menyakitkan. Namun di situasi saat itu, ahli Taurat sangat berkuasa di teritori keagamaan. Hukum agama masih kuat, dan berlaku resmi dalam kehidupan sehari-hari. Ahli-ahli Taurat menjadi orang yang ditakuti. Lihat saja bagaimana mereka mengejar murid-murid Yesus dan membunuhnya, SEPERTI MEREKA JUGA MEMBUNUH YESUS KRISTUS SENDIRI. Posisi yang sangat kuat secara politis, dan didukung penuh dengan kekuasaan religius, maka sempurnalah kedudukan para ahli Taurat saat itu. Mereka mendominasi hampir seluruh arena kehidupan sosial, dan rakyat yang juga umat, harus tunduk sepenuhnya.
Situasi Yahudi yang monoteis, maka peran agama sangat penting, juga kekuatan ikatan satu nenek moyang, membuat orang takut diisolasi dari pergaulan. Situasi yang sangat menyenangkan bagi pemegang kekuasaan atas nama agama. AHLI-AHLI TAURAT, ORANG-ORANG FARISI, PARA IMAM, SEMUA MENYATU MENCIPTAKAN KEHIDUPAN DENGAN KELAS TERSENDIRI. Di samping kekuasaan, mereka juga memiliki kehidupan ekonomi yang sangat memadai. Balutan pakaian resmi yang mewah sangat memanjakan mereka, begitu juga berbagai fasilitas dan penghormatan yang tak kunjung henti. Berkolusi dengan para pedagang hewan korban dan penukar uang di Bait Allah menjadi salah satu sumber pemasukan mereka juga. Itu sebab mereka sangat keberatan dan marah ketika Yesus menjungkirbalikkan meja dagangan sebagai tindakan penyucian Bait Allah. Mereka berlaku bagaikan pebisnis tulen yang selalu mampu melihat setiap peluang yang menghasilkan keuntungan, PADAHAL MEREKA IMAM YANG SEHARUSNYA MEMIKIRKAN UMAT. Kekisruhan semakin menjadi-jadi karena ketidak-berdayaan umat untuk membuat koreksi pada situasi yang sedang terjadi.
Umat kecewa namun tak berdaya, atau sebaliknya, mereka bahkan terbawa arus kepalsuan, mencari aman, dan hidup dalam kemunafikan yang sama dengan para ahli Taurat. Yesus Kristus menyebut mereka celaka dan sebagai orang yang tidak akan masuk sorga. Kalimat keras ini diucapkan oleh orang yang tepat dan berhak mengatakannya, sehingga wibawa ucapan ini sangat kuat. Sangat perlu dipahami, BAHWA APA YANG DIUCAPKAN YESUS BUKANLAH LEDAKAN EMOSI MELAINKAN KEBENARAN YANG TAK TERBANTAHKAN. Kemunafikan mereka telah menciptakan kedegilan hati yang luar biasa, sehingga kritik tak menjadi pemicu untuk mengubah diri, bahkan SEBALIKNYA, MENJADI PEMBENAR UNTUK MEMBUNUH YESUS KRISTUS. Tindakan mereka kemudian dengan segera mengukuhkan mereka sebagai orang bengis tanpa nurani, pemutar balik fakta, dan pecinta diri yang luar biasa.
Inilah sosok pemuka agama yang tak mengemuka moral baiknya, APALAGI KEMURNIAN SPRITUALNYA. Mereka penuh dengan pernak-pernik ritual, namun tanpa kekayaan spiritual. MENGUCAPKAN KATA-KATA YANG BENAR, NAMUN BERTINDAK TAK BERMORAL. Tindakan demi tindakan, mengukuhkan mereka sebagai gembala upahan yang hanya mengambil keuntungan dari domba-dombanya, dan tak pernah rela berkorban bagi mereka. KALAUPUN TAMPAK MEREKA MENCIPTA SEBUAH GERAK PENGORBANAN, ITU TAK LEBIH DARI SEBUAH KEPALSUAN. Pintu sorga tertutup bagi mereka. Namun mereka tak kalah gesit. Mereka merintangi pintu sorga dengan berbagai dalih dan tipuan demi tipuan, untuk mencegah umat masuk ke sana. Fitnah demi fitnah mereka tebar dengan sekuat tenaga agar orang tak percaya kepada Yesus Kristus. Bahkan politik uang pun mereka halalkan, DEMI TARGET MENYALIBKAN YESUS KRISTUS. Salah satu korban mereka adalah Yudas Iskariot yang kemudian menjual Yesus Kristus seharga 30 keping perak. Sungguh mengerikan perangkap setan bagi para ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi yang selalu merasa superior dalam kerohaniannya. Sebuah peristiwa yang tak bisa diremehkan, apalagi diabaikan, mengingat Yesus Kristus terlibat langsung di sana. Peristiwa ini telah menjadi konfrontasi terbuka, antara Yesus Kristus dengan ahli-ahli Taurat.
Bagi kita di sini, DI MASA KINI, ini menjadi peringatan penting agar tak terjebak pada situasi yang sama. Jangan terjebak pada arogansi kosong keagamaan YANG MEMBUAT DIRI MERASA LEBIH HEBAT, LEBIH SUCI, LEBIH DEKAT DENGAN TUHAN DIBANDING YANG LAIN. Merasa dekat ke surga, bahkan menggagahinya, dan membuatnya menjadi murahan. Menyakiti dan menghina orang lain hanya karena perbedaan pendapat soal tafsiran yang sejatinya bersifat relatif. Yang mutlak adalah kebenaran Firman Tuhan itu sendiri, dan semua orang percaya, terutama PEMUKA AGAMA, HARUS BERANI DAN RELA MENAKLUKKAN DIRI SEPENUHNYA. Awas, jangan sampai menjadi batu sandungan, lalu berlanjut menjadi penutup pintu sorga.
Seperti yang pernah Yesus Kristus katakan, “MEMANG HARUS ADA PENYESAT, TAPI CELAKALAH YANG MENJADI PENYESAT”. Bagi pemuka agama, pengkhotbah, ada situasi yang rentan terjadi, dan memerangkap orang tak ke sorga, bahkan menutup sorga bagi yang lainnya. Tak ada jalan lain kecuali MENGINTROSPEKSI DIRI DALAM KEBENARAN FIRMAN HIDUP yang sejati. Belajar banyak, menghayati sungguh, dan melakukan sepenuhnya, semoga dengan demikian kita menemukan diri, dan tak menutup jalan ke sorga.
Amin....

Slamet Murdianto

SUKA MUJIZATNYA BUKAN PENCIPTANYA

PERJALANAN panjang bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun menorehkan kisah tentang manna. Orang Israel mengonsumsi manna selama 40 tahun (KELUARAN 16: 35), khususnya dalam perjalanan panjang di padang gurun. Di tengah sungut-sungut Israel soal makanan pengisi perut, mereka menggugat Musa dan Harun seakan mereka telah membawa Israel ke kelaparan yang mengerikan. Dengan seribu argumentasi mereka berucap bahwa di Mesir mereka bisa menikmati daging dari kuali dan juga tumpukan roti. Orang Israel bersilat lidah, memutar fakta yang sesungguhnya tak mereka suka, yaitu bahwa mereka hanyalah budak di perantauan. Makan sangat dibatasi, dan tak memiliki hak memilih, karena mereka hanyalah pekerja rodi. Kini mereka bertingkah, bahkan di depan Allah, melalui hamba-Nya, Musa dan Harun.
ISRAEL SUNGGUH TAK TAHU BERTERIMAKASIH. Namun tak dinyana, Allah membalasnya dengan hujan roti yang tak kunjung henti sehingga selalu mencukupi kebutuhan tiap umat. Mereka bebas memungut sesuai aturan yang ada dalam ukuran secukupnya. Manna tak boleh diambil berlebih, apalagi coba disimpan sebagai sebagai persediaan, kecuali menjelang hari Sabat, mereka mendapat dua porsi. Manna berwarna putih seperti ketumbar dan rasanya manis seperti kue madu. Tidak kurang dari enam ratus ribu orang Israel memperoleh manna setiap harinya. Tidak pernah kekurangan, tetapi juga tidak boleh berlebihan, semua harus dalam takaran secukupnya. Ini adalah ketetapan yang Allah atur, sebagai bukti pemeliharaan-Nya, sekaligus ujian terhadap ketaatan umat. Mukjizat yang bukan sehari dan sekali ini berjalan selama 40 tahun dan setiap hari. Luar biasa!
Dalam usaha menjelaskan tentang manna ini, ada banyak ide, mulai dari serangga di daerah Sinai yang bersarang di pohon tamariska, yang menghasilkan sejenis madu. Biasanya ini bisa ditemukan pada bulan Juni dalam beberapa minggu. Lalu kisah di Aljazair, yaitu butiran berupa tepung yang jatuh setelah cuaca yang luar biasa. Namun tak satu pun kisah yang memadai yang bisa menyamai cerita Alkitab, yaitu manna yang ada setiap hari selama berpuluh tahun. Ya, sangat jelas manna adalah mukjizat Allah bagi Israel, umat-Nya. Israel tak pernah kelaparan, karena Allah menjamin suplai manna sebagai makanan mereka.
Namun, apa hendak dikata, Israel tetap saja berlaku serakah. Manna yang sudah diperintahkan Allah jumlah pengambilannya, mereka ambil berlebih. Secukupnya untuk sehari tak bisa mereka penuhi, sehingga mengambil berlebih sekalipun itu melanggar ketetapan Allah. Akibatnya sangat jelas, manna tak dapat dinikmati, bahkan sebaliknya, membusuk dan menimbulkan bukan saja bau tak sedap, tetapi juga menjadi berulat. Entah apa yang ada di benak orang Israel sehingga berani melanggar ketetapan Allah sekalipun tahu betul akibatnya. Allah yang mereka langgar ketetapannnya adalah Allah yang memberi manna, si pembuat mukjizat. Tapi mukjizat Allah yang hebat ternyata tak membuat umat menjadi taat. Mereka tetap saja bebal, mengutamakan perutnya ketimbang perintah Allah. Ironis, umat yang bukan saja menikmati mukjizat manna, tetapi juga penyertaan Allah siang dan malam dalam rupa tiang awan dan tiang api, tak mampu hidup sesuai kehendak Allah. Belum lagi mukjizat lainnya, termasuk wujud murka Allah yang mengerikan tak membuat mereka menjadi umat yang manis.
Aneh tapi nyata, mukjizat yang luar biasa bagi umat dianggap biasa-biasa saja. Allah dibuat seakan berkewajiban untuk memenuhi keinginan umat, sementara umat seakan tak memiliki kewajiban apa pun. Jadi, sungguh naif jika kita berkata, mukjizat akan menjadikan hujan pertobatan, karena kesaksian Alkitab justru berbeda. Namun memang bisa saja Allah memakai mukjizat sebagai jalan pertobatan seseorang. Ini adalah pekerjaan spesifik dan tidak selalu. Ya, MUKJIZAT ADALAH ALAT TUHAN TETAPI BUKAN TUJUAN. Israel umat yang bebal sangat menikmati mukjizat Allah dan hidup dari mukjizat demi mukjizat. Namun di saat yang bersamaan, ternyata umat tak pernah selalu untuk hidup selalu bersama Allah, si pembuat mukjizat. Mereka dekat Allah jika memiliki keinginan tertentu, dan menjauh ketika sudah mendapatkannya. Murka Allah hanya sesaat membuat mereka resah atau pun takut, namun kemudian kembali melakukan kesalahan lagi.
Kehidupan Israel tak dapat disangkal merupakan gambaran kehidupan umat beragama di sepanjang sejarah. Dalam Perjanjian Lama kita menemukan umat yang bebal, begitu juga dalam Perjanjian Baru. Dan, tak berhenti di sana, di sini juga demikian, di jaman kita sekarang ini. Ribuan tahun sudah waktu berjalan, ternyata tak pernah cukup untuk mengajari umat agar selalu taat dan hidup takut kepada Allah, sumber hidup itu. Kehidupan beriman umat di masa kini juga sama saja, masih sangat banyak yang hanya getol dengan mukjizat. Pengkhotbah berlomba berbicara tentang mukjizat dan mengklaim diri sebagai “yang dipakai Allah dalam berbagai mukjizat”.
Kisah tentang mukjizat banyak mengalir dari berbagai mulut, entah benar atau sekadar eforia. Apalagi ada pola pikir yang dipopulerkan di lingkungan Kristen yaitu MEMPERKATAKAN. Artinya, jika Anda mengatakan maka itu akan menjadi kenyataan. Maka banyak sekali kesaksian tentang mukjizat yang katanya dialami, tetapi sesungguhnya itu diyakini akan terjadi. Di sini apa yang disampaikan menjadi bias, antara fakta dan angan. Tetapi itulah kenyataan kehidupan umat masa kini. “PIKIRKAN, perkatakan hal-hal yang POSITIF”, adalah ungkapan yang terus berkumandang. SUGESTI DAN IMAN TAK LAGI MEMILIKI JARAK PERBEDAAN, SEMUANYA MENJADI SANGAT TIPIS. Semua pemahaman ini berkembang pesat karena UMAT SANGAT SUKA MUKJIZAT, BUKAN ALLAH, SI PEMBUAT MUKJIZAT. Kebenaran Alkitab tak lagi digali mendalam, dengan dalih tak ingin menjadi Farisi, tetapi MUKJIZAT TERUS DICARI KARENA SANGAT PENUH DENGAN SENSASI. Padahal jelas di Alkitab tertulis: “FIRMAN-MU PELITA BAGI KAKIKU DAN TERANG BAGI JALANKU” (MAZMUR 119:105). Dan, JELAS TAK ADA TERTULIS MUKJIZAT ADALAH YANG UTAMA, bahkan terlalu BANYAK CATATAN MUKJIZAT MENJADI RUANG PEMBUKTIAN KEGAGALAN UMAT DALAM BERIMAN.
JANGAN LUPA, MUKJIZAT BISA DITIRU SETAN TETAPI TIDAK DENGAN KEBENARAN. Pantas jika Tuhan berkata, “TIDAK SEMUA ORANG YANG BERSERU ‘TUHAN, TUHAN’ AKAN MASUK KE DALAM KERAJAAN SURGA, MELAINKAN MEREKA YANG MELAKUKAN KEHENDAK BAPA”. Ya, kehendak Bapa yang nyata di dalam Alkitab, yang perlu digali, dimengerti, dan dilakukan. Jadi jangan berdalih takut menjadi Farisi, tetapi belajarlah jujur jika memang malas mempelajari, atau jujur bahwa dalam belajar firman kurang sensasional.
MUKJIZAT MEMANG MENGASYIKKAN, KARENA TAK PERLU MENYANGKAL DIRI, TAK PERLU MEMIKUL SALIB BUKIT GOLGOTA, DI MANA YESUS KRISTUS TERSALIB DI SANA. TIDAK ADA MUKJIZAT, TETAPI SANGAT DAHSYAT KARENA KASIH ALLAH YANG BESAR SANGAT NYATA. Yesus sumber hidup, Sang Pencipta, rela mati untuk menebus dosa manusia, sekalipun Dia berkuasa atas maut. Dia rela mati dengan menyerahkan nyawa-Nya, karena maut tak dapat mengalahkan-Nya. TAK ADA MUKJIZAT YANG SENSASIONAL, SELAIN MUKJIZJAT KASIH ALLAH. Celaka bukan, karena umat tak menyukai itu, juga tidak Petrus di waktu itu. Petrus lebih suka mukjizat yang sensasional, mukjizat ketika Yesus, Sang Guru, menghardik, dan ombak pun berhenti. Ya, coba Yesus menghardik, maka para tentara pasti akan jumpalitan. Tapi Sang Guru tak memilih itu. MUKJIZAT ALLAH ITU INDAH JIKA MUNCUL DARI KEBENARAN, SEBAGAI ALAT, BUKAN TUJUAN.
Awas fenomena jaman ini, di mana umat lebih suka kepada kepada mukjizat daripada kepada Sang Pembuat mukjizat. Umat yang lebih suka mukjizat kesembuhan, akan kecewa jika tak memeperolehnya. Umat yang tidak lagi mau tahu apa yang sesungguhnya menjadi kehendak Allah di dalam hidup-Nya. TERIKATLAH KEPADA SANG PEMBUAT MUKJIZAT, BUKAN MUKJIZATNYA. Semoga Anda bijak untuk mengerti, dan selamat diberkati.
Amin

BERBAKTI DEMI ROTI

PERCAYA atau tidak, sejak jaman Yesus melayani, bahkan di era Perjanjian Lama (PL), PERILAKU BERBAKTI DEMI ROTI TERNYATA TELAH LAMA BERSEMI. Pelayanan Yesus selalu ramai dengan orang-orang dari berbagai kelas, juga berbagai motivasi. Dengan mudah kita menemukan Yesus yang melayani kelas bawah, namun DIA tak kagok di lingkungan elit. MELAYANI TANPA PERNAH TERJEBAK MOTIVASI YANG SALAH, MEMBEDAKAN PELAYANAN BERDASARKAN KELAS TERTENTU. Yesus yang melayani DALAM KEBENARAN YANG UTUH, tak pernah sungkan menghardik, bahkan mencela siapa saja yang berlaku salah. Bahkan AHLI TAURAT disebutnya si pemimpin buta, yang penuh dengan perilaku tercela. Orang kaya disindirnya sebagai manusia yang terikat dengan harta, juga susah masuk surga.
TAPI, TUNGGU DULU, TAK SEDIKIT ORANG MISKIN JUGA DICELA KARENA MEMILIKI MOTIVASI YANG SALAH. Hal itu tampak nyata ketika kebanyakan dari mereka datang beribadah ternyata untuk mencari roti. Dalam YOHANES 6:1-15 dikisahkan, ketika Yesus melakukan mukjizat dalam pelayanan di tepi Danau Tiberias. Ada banyak orang yang datang karena melihat mukjizat-mukjizat penyembuhan yang telah dilakukan Yesus. Menarik, catatan Yohanes, orang banyak rela berdesak karena mukjizat, BUKAN KARENA HAUS AKAN KEBENARAN BERITA INJIL. Jadi, tidaklah mengherankan ketika mereka dikritik oleh Yesus Kristus SEBAGAI PENCINTA ROTI BELAKA, BUKAN PENCINTA KEBENARAN (YOHANES 6: 26). Mereka tak melihat mukjizat sebagai tanda kehadiran dan penyertaan Allah, melainkan sebagai pemuas diri semata. KESEMBUHAN DILIHAT SEBAGAI “SAYA TELAH SEMBUH”, BUKAN “YESUS HADIR DI HIDUP SAYA”.
Kalimat-kalimat yang terucap “TERIMAKSIH YESUS, ALLAH MAHA KUASA”, TAK LEBIH KARENA MENGALAMI MUKJIZAT, NAMUN TAK KUAT KETIKA BADAI KEHIDUPAN BERTIUP. SEMUA ORANG GETOL UNTUK MELIHAT MUKJIZAT DALAM SEBUAH KEBAKTIAN, namun tak Tampak dalam mencari kebenaran. SEMUA BERDISKUSI TENTANG CARA, PENAMPAKAN, DAN MODEL MUKJIZAT, NAMUN TAK PERNAH MENDALAMI APA YANG MENJADI KEHENDAK ALLAH YANG SESUNGGUHNYA. ORANG BANYAK DATANG KE KEBAKTIAN KEBANGUNAN ROHANI (KKR), BAGAI HENDAK MENONTON KONSER MUKJIZAT. Semua seperti tertipu dengan fakta, betapa gembala tak seperti gembala, tapi lebih pas bagai selebritis kelas atas. BUAH HIDUP, SEBAGAIMANA YANG DIGUGAT YESUS SEBAGAI BUKTI PENGENALAN AKAN POHON, DIABAIKAN. Kekristenan bagai arena demonstrasi “adu hebat mukjizat”, layaknya dunia perdukunan di dunia kebatinan. Dan, gong bersambut karena ternyata orang banyak memang mau itu. Orang banyak yang mengikut Yesus karena telah makan roti, tentu saja berharap akan makan roti, dan, makan roti lagi. Banyak yang datang bukan karena kebenaran tapi karena mukjizat roti. Dan, ikut Yesus disamakan dengan dapat roti.
Tragis. Tapi itulah kenyataannya. Yesus sendiri telah menelanjanginya. Namun yang lebih ironis, ternyata umat tak pernah belajar. Tua, muda, pria, wanita, kaya, miskin, semua tampak sama, terjebak lagi dalam KONSTELASI BERBAKTI DEMI ROTI. Banyak orang datang berbakti ke tempat yang ada roti, TAPI TAK RELA PERGI KE IBADAH YANG MENGGUGAH, YANG MENGGALI KEBENARAN SECARA UTUH. Yang menyediakan roti dengan alasan belas kasihan dan kepedulian pelayanan, sementara yang datang dengan motivasi demi perut agar terisi. Ada roti, kebaktian penuh. Tak ada roti, segera sepi. Mereka berpindah bagaikan hunter tulen, berburu roti dari satu persekutuan ke persekutuan lainnya. Maksud baik menolong, dengan menyediakan roti, malah menjadi ajang pengguguran kesejatian iman.
Hmmmm, betapa pentingnya sikap kritis, dan perhitungan melakukan aksi kasih, agar tak salah arah, atau, malah mencipta yang salah. Maksud baik saja tak cukup. Lihatlah Yesus Kristus, Tuhan sumber baik, yang mahabaik itu, DIA tetap mengkritisi sikap iman tiap orang, tak peduli apa atau bagaimana posisi strata ekonominya. YESUS KRITIS, ITU ADALAH KESEJATIAN IMAN YANG TERUJI. Yesus tegas, itu adalah keunggulan iman yang tangguh. TAK ADA MOTIVASI YANG TERSEMBUNYI, DAN MEMANG TAK BOLEH ADA. Roti memang perlu, namun bukan yang utama. Di sisi lain, tak kurang penggemar “mukjizat” lainnya. Mereka selalu riuh rendah, dan rela merogoh kocek dan berdesakan untuk menghadari kebaktian demonstrasi mukjizat. Tak jelas, apakah mereka membaca Kitab Suci, membaca kritik Yesus sendiri. Mobilisasi ratusan, bahkan ribuan orang, yang menghabiskan dana yang tak kecil sering terjadi, HANYA UNTUK SEBUAH KEBAKTIAN YANG MENDEMONSTRASIKAN MUKJIZAT. Sungguh berbeda dengan sikap Yesus yang mengkritik mereka yang datang berbondong-bondong untuk mukjizat, maka ini, alih-alih mengkritik, para pengkhotbah malah senang. ALASAN MEREKA TOLERANSI, ATAS NAMA IMAN YANG MASIH BAYI, SEKALIPUN YANG DATANG ORANG KRISTEN YANG SUDAH TAHUNAN. Dan, sesudah itu juga tak ada follow up, alias pemuridan, kecuali follow me, alias pengikut.
Yah, semangat murni, dari berita Injil yang murni, seperti yang Yesus ajarkan, memang semakin langka. Berbakti demi roti, tetap saja mendapat posisi. Banyak penggemar, bahkan rela mengantri. IBADAH MASA KINI SELALU DIUKUR DARI KUANTITAS, PERASAAN PUAS. KUALITAS DIABAIKAN, PENGUJIAN TAK DIPEDULIKAN, BAHKAN, SEMAKIN HARI AJARAN INTI DARI INJIL SEMAKIN DIMANIPULASI DENGAN ANGKA-ANGKA KUANTITAS. Emosi massa menjadi sasaran empuk. Apalagi Injil semakin dipermudah, hanya sekadar ibadah dan mukjizat yang banyak, spektakuler. KEBENARAN, BUAH ROH (GALATIA 5:22-23), SEBAGAI WUJUD NYATA KEIMANAN DISEMBUNYIKAN. Kasih yang seharusnya tampak jelas, bagai kota di atas gunung, ternyata seperti pelita di bawah gantang, tersembunyi, karena memang tak dimiliki. Disembunyikan, untuk menimbulkan kesan seakan ada, padahal, tiada.
Tak ada yang suka kebenaran sejati, buah yang tampak. Yang ada, barisan panjang penggemar sensasi, pecinta roti, dan selalu sukses memberi embel-embel kehendak Ilahi. Bukankah hari sudah semakin malam, siang akan lewat, dan awas pencuri sewaktu-waktu bisa datang. BERJAGALAH SUPAYA TAK TERLEWATKAN, Yesus datang menemui kita tak sedang mengumpulkan roti, melainkan kebenaran yang sejati. Ingat roti bukan tak penting, mukjizat bukan salah, tapi mana yang terutama, utamakanlah. Apakah kita telah lupa pada kalimat manis-NYA: MANUSIA HIDUP BUKAN DARI ROTI SAJA, TETAPI DARI SETIAP FIRMAN YANG KELUAR DARI MULUT ALLAH (MATIUS 4:4). TETAPI CARILAH DAHULU KERAJAAN ALLAH DAN KEBENARAN NYA, MAKA SEMUANYA ITU AKAN AKAN DITAMBAHKAN KEPADAMU (MATIUS 6:33).
Semoga tak lagi terjebak, berbakti demi roti. Selamat berbakti dalam hakekat ibadah sejati.
Amin

KEPALA BUKAN EKOR

KEPALA bukan ekor, adalah kata yang sangat akrab di telinga kita. Tiap kali terucap oleh Pengkhotbah, dengan semangat tinggi umat akan mengaminkannya. Apalagi jika sang Pengkhotbah berapi-api, dapat dibayangkan respon pendengar. Hal ini dapat dipahami, karena setiap orang pasti tak rela menjadi ekor. Menjadi kepala berarti kaya, si miskinlah ekornya. Orang yang sehat itu ekspresi yang kepala, sementara miskin Anda tahu jawabannya. Semua diukur secara kuantitatif, deret angka. Para pembicara selalu memberi tekanan yang jelas soal kepala dalam ukuran angka, keberhasilan kuantitatif. Kamu kepala karena kamu “orang percaya”, “umat Allah”, itu otomatis. Jika kamu tidak kaya, atau kamu sakit, kamu adalah ekor, kurang beriman, itu rumusannya. Terasa sangat kejam, karena memang sangat diskriminatif, padahal Tuhan tak begitu.
Ini adalah wajah aneh kekristenan yang dimunculkan oleh orang berpikiran pendek, sangat bergairah dengan angka, dan mengabaikan semangat sejati Alkitab. Dengan jelas, Alkitab membicarakan kualitas yang menjadi tuntutan. Lihatlah apa kata Yesus tentang pujian Israel: “Percuma bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku”. Israel mengedepankan kuantitas, sementara Tuhan menuntut kualitas. Ungkapan ini diucapkan Yesaya sebagai nabi. Yesaya menyampaikan kebencian Allah akan kemunafikan yang mewarnai puasa, perpuluhan, dan ibadah Israel.
Tampaknya hal itu kembali terulang di kekinian gereja. Tapi celakanya justru inilah yang diminati umat. Orang rela mengantri untuk motivasi seperti ini. Kurang suka pada kualitas, karena kualitas selalu menuntut keberanian dan pengorbanan yang besar. Tak ada yang mau membayar harga dalam mengikut Yesus, semuanya mau mengambil untung dari percayanya. Padahal keuntungan percaya terletak pada keselamatan yang diterima cuma-cuma, bukan soal status sosial atau keadaan lahiriah. Itulah sebab, mengapa para rasul justru merasa beruntung boleh menderita untuk Yesus, bukan sebaliknya, merasa beruntung karena bisnis yang berlipat-lipat. Apakah tidak boleh kaya? Tentu saja bukan itu maksudnya, tetapi amat sangat jelas, kaya bukanlah tujuan orang percaya, melainkan sekadar alat untuk memuliakan Tuhan. Kekayaan bukan kemuliaan diri, kemuliaan adalah pengabdian pada Sang Kebenaran. Kembali pada “kepala bukan ekor”.
Menjadi kepala bukan ekor (Ulangan 28:13) yang dimaksud Alkitab adalah, menjadi pemimpin, pemberi arah. Menjadi kepala itu sangat jelas. Ke mana kepala pergi ke situ ekor mengikuti. Jadi yang dimaksud menjadi kepala bukan soal kaya, atau kuantitas, tetapi sekali lagi soal kualitas. Israel tak boleh seperti bangsa lain yang kafir, tak mengenal Allah. Israel harus bisa menunjukkan keunikannya dalam monoteisnya. Israel yang ber-Allah satu. Itu unik di tengah bangsa lain yang ber-Allah banyak. Itu sebab Israel dituntut setia terhadap firman Tuhan dan mengajarkannya berulang kali kepada setiap anak-anak Israel. Dalam kesetiaan itu mereka diatur oleh hukum Allah yang berdaulat. Maka jika mereka taat, mereka akan menjadi bangsa yang besar dan berpengaruh, berkuasa dan mempengaruhi bangsa yang lainnya. Itulah menjadi kepala.
Sementara soal harta, kesehatan, dan yang lainnya adalah bonus belaka, bukan tujuan utama. Tujuan utama kepala adalah memberi arah, memimpin di jalan yang benar. Indah bukan? Menjadi ekor sudah jelas pengekor, mengikuti arus jaman. Dunia sangat cinta uang, materialistis. Apa saja dihalalkan dalam mengumpulkan uang. Uang membuat seseorang merasa terhormat, dan dengan uang bisa membeli apa saja. Bahkan bisa belanja keadilan, dan kehormatan semu. Uang menjadi tujuan kebanyakan para imam di era Perjanjian Lama, dan semakin menggila di era Perjanjian Baru. Para imam mencari keuntungan lewat ibadah di bait Allah. Yesus pernah membongkar praktek mereka, dan menyucikan bait suci yang ternyata tak suci. Dan yang paling mengerikan, Yudas pun rela menjual Yesus dengan 30 keping perak. Uang telah membuat Yudas gelap mata, membuang kehormatan kemuridannya. Semua soal uang, soal kaya.
Inikah menjadi kepala? Jelas amat sangat itu salah. Itu bukan kepala, tetapi sebaliknya itu ekor tanpa daya. Tertarik dengan nilai dunia, dan menjadi pengikutnya. Ironis bukan, merasa menjadi kepala, padahal murni ekor. Mengikut dunia, tetapi merasa memimpinnya. Itu sebab tidak heran jika dunia mencemooh gereja yang semakin hari semakin berkurang saja orang setia yang beriman teguh. Mirip kisah Gideon yang mempersiapkan tentara untuk pertempuran sebanyak 30 ribu orang (Hakim 7). Tetapi ternyata tinggal sedikit ketika seleksi ilahi terjadi. Gideon pergi bertempur hanya dengan 300 tentara, dan berhasil. Gereja bagaikan 30 ribu orang yang banyak, ramai, penuh sesak. Padahal yang sejati hanya 300 orang, kecil, sedikit, tampak tak berarti, tapi itulah pemenangnya. Kualitas bukan kuantitas. Jadi sangat jelas bukan artinya menjadi kepala. Ingat, para nabi bukan orang kaya, bahkan sebaliknya, ada yang peternak kaya dipanggil jadi nabi dan meninggalkan semuanya. Ada Elisa yang menolak uang Naaman, sementara pelayan masa kini mirip Gehazi pembantu Elisa, bukan saja menyambar uang yang ditolak Elisa, jika perlu mereka menipu dengan dalih proyek pelayanan. Dan jika kaya, mereka menyebut diri kepala. Sungguh sebuah penipuan yang licin.
Penipuan dengan pembenaran yang diindoktrinasikan, yang membuat umat terbius, dan kalaupun tahu, takut mengoreksinya. Ingat, kaya bukan dosa, bukan kaya yang jadi masalah, tetapi konsepnya dan caranya. Jika Tuhan mau memberi, apalah susahnya. Dunia ini, dan segenap isinya milik Tuhan. Tapi, berkata mewah itu dari Tuhan, dan menjadikannya gaya hidup, itulah persoalan. Umat Kristen menjadi sangat self oriented, gila kaya, kehilangan kepekaan pada sesama. Kesaksian selalu berputar soal kuantitas, bukan lagi kualitas hidup. Seharusnya menjadi kepala, adalah menjadi orang yang berintegritas, orang yang dapat diteladani menjadi model, menjadi kepala. Alangkah indahnya dunia jika orang Kristen menjadi terang seperti tuntutan Yesus kepada setiap orang percaya.
Orang Kristen menjadi kepala, sehingga jelaslah arah kehidupan. Ini menjadi tuntutan pada setiap pemimpin. Dalam ke-pemimpinan umum, seharusnya seorang pemimpin memiliki jiwa kepahlawanan, menjadi pelindung kaumnya, dan sangat menjaga orang di sekitarnya. Dia bukan tipe orang yang mengamankan diri, dan pengkhianat terhadap pengabdian orangnya sendiri. Dia bukan pemimpin yang hanya lancar bicara, tapi gagap mewujudkannya. Bukan oportunis, cinta kaya, ingin jadi idola, tetapi mengorbankan kawan-kawannya. Begitu pula dalam dunia keagamaan, sungguh tak bisa dibayangkan pemimpin agama yang oportunis bukan? Menyedot kekayaan umat, dengan meminta umat suka memberi, padahal dia sendiri sebagai pemimpin agama tak suka berbagi. Hanya menumpuk untuk diri, dan terus berjalan dalam manipulasi.
Menjadi kepala bukan ekor dalam arti yang sesungguhnya sangat dibutuhkan di tengah dunia yang oportunis ini. Menjadi kepala bukan ekor sudah seharusnya menjadi semangat yang tak pernah padam, itulah panggilan orang percaya. Cobalah mulai dengan sikap yang kritis dengan mencermati kepemimpinan agama di sekitar Anda, mulailah mengenali mana yang sejati dan mana yang hanya sekadar untuk materi. Ingat, jual beli “Firman” sudah sangat terkenal di era Bileam si nabi mata duitan. Karena itu jangan terjerumus lagi di lubang yang sama, di kekinian masa. Lalu mulai pula dengan berani mempertanyakan hal yang kelihatan salah. Tak perlu takut risikonya, karena Tuhan Yesus sudah mengatakannya: bahwa yang layak menjadi murid-Nya hanyalah mereka yang berani menanggung risiko.
Tentukan sikap, apakah Anda kepala (murid Kristus), atau hanya ekor (pengikut pemimpin agama). Lalu belajarlah menyuarakan kebenaran, belajar menjadi kepala yang tegak, Kristen yang punya sikap, yang konsisten. Ingat ekor akan mengikut Anda. Jika arah sudah benar, berbahagialah, karena Anda telah menolong banyak orang tahu jalan kebenaran, dan saat yang sama tahu pula apa itu kepalsuaan. Selamat menjadi kepala dan bukan ekor, yang sesungguhnya, bukan yang ecek-ecek.
Tuhan YESUS memberkati. Amin

WEBINAR CCA: PEKERJA MIGRAN MENANGGUNG BEBAN COVID-19

Ruth Mathen Kesimpulan panelis webinar CCA: Pekerja migran menanggung beban terbesar dari krisis COVID-19 dan dampaknya yang terus meni...